Resiko Perilaku Kekerasan Fix

June 9, 2018 | Author: Ayu Tria Kartika | Category: N/A


Comments



Description

BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan Kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa penyakit. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari hari dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri (Videbeck, 2008). Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2008). Seseorang dikatakan sehat jiwa apabila memenuhi kriteria seperti sikap positif terhadap diri sendiri, integrasi dan ketanggapan emosional, otonomi dan kemantapan diri, persepsi realitas yang akurat, serta penguasaan lingkungan dan kompentesi sosial (Stuart, 2007). Menurut Sekretaris Jendral Depertemen Kesehatan (Depkes, 2006), Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan masalah global bagi setiap Negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Gaya hidup dan persaingan hidup menjadi semakin tinggi, hal ini disebabkan karena tuntutan akan kebutuhan hidup yang semakin meningkat seperti pemenuhan kebutuhan ekonomi (sandang, pangan, papan), pemenuhan kebutuhan kasih sayang, rasa aman dan aktualisasi diri. Disisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan, beradaptasi akan keinginan dan kenyataan dari dalam maupun dari luar dirinya. Sehingga dapat berakibat tingginya tingkat stress di kalangan masyarakat, jika individu kurang atau tidak mampu dalam menggunakan mekanisme koping dan gagal dalam beradaptasi, maka individu akan mengalami 1 berbagai penyakit fisik maupun mental (timbul stress dan terjadi perilaku kekerasan). Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008). Sedangkan dari kasus kedaruratan psikiatrik, data yang paling banyak ditemukan adalah bunuh diri dan perilaku kekerasan. Adapun menurut Yosep (2009), perilaku kekerasan adalah suatu keaadan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. Sedangkan menurut Azwar, Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Depertemen Kesehatan dan World Health Organization (WHO 2003) memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan data Studi World Bank di beberapa negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan global masyarakat, dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang menunjukkan dampak lebih besar dibandingkan dengan masalah kesehatan yang lainnya (Keliat, 2009). Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan pada klien perilaku kekerasan dilakukan dalam lima kali pertemuan. Pada setiap pertemuan klien memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalah kedalam jadwal kegiatan. Diharapkan klien akan berlatih sesuai jadwal kegiatan yang telah dibuat dan akan dievaluasi oleh perawat pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan akan dinilai tingkat kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya yaitu mandiri, bantuan, atau tergantung. Tingkat kemampuan mandiri, jika klien melaksanakan kegiatan tanpa dibimbing dan tanpa disuruh; bantuan, jika klien sudah melakukan kegiatan tetapi belum sempurna, dan dengan bantuan klien dapat melaksanakan dengan baik, tergantung, jika klien sama sekali belum melaksanakan dan tergantung pada bimbingan perawat (Keliat, 2010). Berdasarkan latar belakang di atas maka, dapat diidentifikasikan masalah, kami ingin memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan dengan menggunakan metode komunikasi terapeutik dan penerapan SP yang mengarah 2 pada pengkajian data, mengidentifikasi diagnosa, menentukan intervensi, implementasi dan evaluasi. 1.2. a. Tujuan Tujuan umum Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan. b. Tujuan Khusus Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu : Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan. 1.3. Manfaat Hasil studi penulisan kelompok kami dapat digunakan dalam membuat suatu perencanaan atau pengambilan suatu kebijakan untuk meningkatkan perawatan pada klien perilaku kekerasan. Hasil asuhan keperawatan ini dapatdigunakan sebagai pengetahuan dan masukan dalam pengembangan ilmu keperawatan di masa yang akan datang. 3 Definisi Kemarahan menurut Yosep (2009 : 113) adalah suatu emosi yang terentang mulai dari iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh semua orang.2. Yosep (2009: 146) menambahkan bahwa perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik baik kepada diri sendiri dan orang lain. emosional atau seksual.1. (2000: 144) berpendapat resiko terhadap tindak kekerasan adalah keadaan dimana individu melakukan atau menyerang orang atau lingkungan. Dalami (2009: 89) menambahkan kemarahan sebagai suatu perasaan emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. seperti rentang respon kemarahan di bawah ini (Yosep. Patofisiologi A. emosi dan atau perbuatan seks yang berbahaya pada dirinya. Rentang Respon Marah Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif maladaptif.BAB II TINJAUAN TEORI 2. berpendapat bahwa kemarahan emosi yang normal pada manusia yakni respons emosional yang kuat dan tidak menyenangkan terhadap suatu provokator baik nyata ataupun yang dipersepsikan individu. 4 . NANDA. 2007). (2005: 203) menuliskan bahwa resiko menciderai diri sendiri adalah suatu risiko perbuatan dimana seseorang berperilaku pada dirinya dapat berupa fisik. Perilaku kekerasan menurut Maramis (2005: 184) merupakan suatu keadaan yang dapat timbul secara mendadak atau didahului tindakan ritualistik atau meditasi pada seseorang (pria) yang masuk dalam suatu kesadaran yang yang menurun (Trance Like State) tanpa dasar epilepsi. Nurjanah (2005: 21) menegaskan bahwa resiko perilaku kekerasan diarahkan pada orang lain adalah kondisi dimana tingkah laku individu dapat menyakiti orang lebih baik fisik. Sedangkan Videbeck (2008: 250). Carpenito. 2. dan bila cara ini dipakai terus –menerus. menuntut. cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. pendiam. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain. B. maka kemarahan 5 . Selanjutnya individu merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif. kasar disertai kekerasan. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. marah merupakan bagian kehidupan sehari –hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. bicara kasar. 5. 2) Menekan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : 1) Mengungkapkan secara verbal. Proses Terjadinya Marah Stress. 3. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya. sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu. 4. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. perilaku yang tampak dapat berupa : muka masam. Dari ketiga cara ini. akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah. cemas.Adaptif Maladaptif Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk / PK 1. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan. 3) Menantang. 2. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. klien tampak pemalu. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol. Ancaman Stress Cemas Marah Merasa kuat Mengungkapkan secara verba Merasa tidak Menentang Menjaga keutuhan orang lain Melarikan Lega Mengingkari marah Ketegangan menurun Marah tidak terungkap Masalah tidak selesai Marah berkepanjangan Rasa marah teratasi Muncul rasa bermusuhan Marah pada diri sendiri Depresi psikosomatik Marah pada orang lain/lingkungan Agresif mengamuk 6 . Secara skematis perawat penting sekali memahami proses kemarahan yang dapat digambarkan pada skema dibawah ini.dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresi dan ngamuk. cacian. menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness).Gambar Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan (Beck. Kemarahan yang dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis (Poinful symptom) (Yosep. Bila seseorang memberi makna positif. 2007). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning). kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan. dkk 1986. Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga. Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah. dendam. hal. misalnya : macet adalah waktu untuk istirahat. penggusuran. 1994) Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. hilangnya benda berharga. Stressor internal seperti penyakit hormonal. penyakit adalah sarana penggugur dosa. tertipu. 447 dikutip oleh Keliat. makian. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption & Loss). Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). bencana dan sebagainya. 7 . Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). suasana bising adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega (Resolution). Pohon masalah effect Core problem causa Resiko tinggi menciderai diri. lobius temporal (untuk interprestasi indra penciuman dan memori) akan menimbulakn mata terbuka lebar. Kebutuhan aktualisasi diri yang tidak tercapai sehingga menimbulkan ketegangan dan membuat individu cepat tersinggung. Etiologi Etiologi menurut Dalami (2009 : 90) terdiri atas : a. b. Individu akan berusaha mengatasi tanpa memperhatikan hak-hak orang lain. Faktor predisposisi a) Teori biologi Berdasarkan hasil penelitian pada hewan. dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku) lobus frontal (untuk pemikiran rasional). pupil berdilatasi. adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan prilaku agresif. neurotransmitter. 1) Neurologic faktor. beragam komponen dari sistem saraf seperti synap. 2011). dendrit. cepat tersinggung dan lekas marah. 1.3. Kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi kebutuhan sehingga individu tidak berani bertindak. dan lingkungan Perilaku kekerasan Gangguan konsep diri: Harga diri rendah 2. axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yamg akan mempengaruhi 8 . orang lain. dan hendak menyerang objek yang ada disekitarnya (Yosep. c. Frustasi akibat tujuan tidak tercapai atau terhambat sehingga individu merasa cemas dan terancam. sifat agresif. memegang peranan pada individu. Brain Area dirsorder. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpusan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapatkan 9 . Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia menghalangi peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pkerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Menurut penelitian genetik tipe karkotype XYY. Peningkatan hormon androgen dan norephinephrin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku 5) agresif. trauma otak. norepinephrin. penyakit ensepalitis. Pada 4) jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untul bersikap agresif. sindrom otak organik. epilesi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya 2) perilaku bermusuhan dan respons agresif. dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. adanya stimulus dari luar tubuh yang di anggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui implus neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent. pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku 3) agresif. tumor otak. Genetic faktor. gangguan pada sistem imbik dan lobus temporal. Biochemistry faktor (Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter di otak (epinephrin. b) 1) Faktor psikologis Teori Psikoanalisa Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life span hystori). adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua. Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh). menjadi potensi perilaku agresif. asetikolin. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. dopamin. c) 2011). sesaji atau kotoran kerbau di keraton. 3) Learning Theory Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan terdekatnya. rebutan uang receh.Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaanya 2) dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan. Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajari. teluh) dalam tayangan televisi (Yosep. bertanya. mistik tahayul dan perdukunan (santet. 2011). model dan perilaku yang ditiru dari madia atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.Adanya contoh. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. menanggapi. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pamukulan pada boneka dengan raward positif (makin keras pukulanya akan diberi coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya. Ia juga belajar bahwa dengan agresifitas lingkungan sekitar menjadi peduli.film-film kekerasan.kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cendurung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompesasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Hal ini dipicu dengan maraknya demontrasi. and information processing theory: Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolelir kekerasan. Sesuai dengan teori menurut bandura 10 .Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. anak lain menonton tayangan cara mengasihii dan mencium boneka tersebut dengan reward positif pula (makin baik belainya mendapat hadiah coklat). Factor sosial budaya Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah. modeling.Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu saat marah. Imitation. serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri. dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan (Yosep. dan masa lalu yang tidak menyenangkan. ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser. atau ancaman konsep diri. 2. baik berupa imjury secara fisik. 2010) : a) Klien: kelemahan fisik. kehilangan pekerjaan.bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. d) ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa. Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam. Beberapa factor pencetus injury perilaku kekerassan adalah sebagai berikut(Wati. perubahan tahap perkembangan. c) kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuati dalam keluarga serta tidak membisakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik. 11 . f) kematian anggota keluarga yang terpenting. d) Aspek Religiusitas Dalam tinjauan religiusitas. Faktor presipitasi Menurut Yosep (2011) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan: a) Ekspresi diri. dan potdapat mempengaruhi perilaku kekerasan. b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi. keputasasaan. perkelahian masal dan sebagainya. ketidakberdayaan. Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan yang dituruti masunia sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego) (Yosep. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. geng sekolah. 2011).(Wati. 2010). psikis. Factor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi. penonton sepak bola. atau perubahan tahap perkembangan keluarga. kehidupan yang penuh dengan agresif. e) adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan dan bisikan syetan yang menyukai kerusakan agar menusia menyesal (devil support). Penatalaksanaan 1. rasa terganggu. kebijakan/ keberaniandiri. humor. e) Sosial : Menarikdiri. efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. b. nafaspendek. sakitfisik. marah [dendam]. Antianxiety dan sedative hipnotics. meremahkan. c) Lingkungan: panas. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan. tidakbermoral.4. padat. konflik. Buspirone obat antianxiety. penolakan. ejekan. 12 . merasatakut. mersa terancam baik internal dari permasalan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan. cemas. penyalahgunaanzat. kehilangan orang yang berarti. kekerasan. sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. dan bising. Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. c) Intelektual : Mendominasi. berdebat. d) Spiritual : Keraguan.b) Interaksi: penghinaan. tekanandarahmeningkat. juga bisa memperburuk simptom depresi. pandangantajam. Manifestasi klinis Menurutstuart&Sundeen [1995] a) Emosi : Jengkel. 2. bawel. keringat. 2. tidakaman. Medis Menurut Yosep (2007) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah atau perilaku kekerasan adalah: a. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam. kekerasan. b) Fisik : Mukamerah.5. kreatifitasterhambat. pengasingan. dkk. c. Psikoterapi Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu gangguan atau penyakit. tujuan utamanya adalah untuk 13 . phneobarbital b. penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. kemudian dibiarkan 1-2 jam. yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara terapi atau melalui metode-metode tertentu misalnya: relaksasi. d. dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien menjadi koma. amitriptyline 3) Obat anti ansietas. Dapat dilakukan secara individu atau kelompok. Antidepressants. dengan menyuntikkan larutan kardiazol 10% sehingga timbul konvulsi 2) Terapi koma insulin. diazepam. e. menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik. Terapi elektrokonvulsi (ECT) Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan. Somatoterapi Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan dengan badan. Adapun penatalaksanaan medik menurut MIF Baihaqi.c. 2005 sebagai berikut: 1. bromozepam. biasanya dilakukan dengan: a. Amitriptyline dan Trazodone. clobozam 4) Obat anti insomnia. kemudian dibangunkan dengan suntikan gluk 2. Lithium efektif untuk agresif karena manik. phenotizin (CPZ/HLP) 2) Obat anti depresi. bermain dan sebagainya. Medikasi psikotropik Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik atau psikofarma yaitu obat-obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental pasien karena efek obat tersebut pada otak. Somatoterapi yang lain 1) Terapi konvulsi kardiasol. 1) Obat anti psikosis. 2. Manipulasi lingkungan Manipulasi lingkungan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan pasien. khususnya keluarga. Teknis ini terutama diberikan atau diterapkan kepada lingkungan penderita. 3. Keperawatan Menurut Yosep ( 2007 ) perawat dapat mengimplementasikan berbagai cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang intervensi keperawatan.menguatkan daya tahan mental penderita. Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah/ menciptakan situasi baru yang lebih kondusif terhadap lingkungan. Strategi preventif 1) Kesadaran diri 14 . sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. mengembankan mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa a. yang mampu mendukung proses penyembuhan yang dilakukan. Misalnya dengan mengalihkan penderita kepada lingkungan baru yang dipandang lebih baik dan kondusif. jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan buat janji yang tidak bisa ditepati. bicara tidak dengan cara mengahakimi. c. Strategi pengurungan 15 . 2) Perubahan lingkungan Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca.  Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan. tunjukkan rasa hormat.  Sanggup melakukan komplain. fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan klien.  Mengekspresikan penghargaan dengan tepat. 2) Pendidikan klien Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat. Strategi antisipatif 1) Komunikasi Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif : bersikap tenang. hindari intensitas kontak mata langsung. grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya. bicara lembut. bicara netral dan dengan cara konkrit.Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien. 3) Tindakan perilaku Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterina dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar. demonstrasikan cara mengontrol situasi. b. 3) Latihan asertif Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :  Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang. 6. dan respon seksual. Psikologis Berdasarkan teori frustasi-agresif. 3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat manual untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan manset. Neurotransmitter Beberapa neurotransmitter yang berdampak pada agresivitas adalah serotonin (5-HT).1) Managemen krisis 2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain. agresevitas timbul sebagai hasil dari peningkatan frustasi. serta pengelolaan emosi dan alasan berpikir. c. mengatur sistem informasi dan memori. b. Sistem limbik Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi serta perilaku seperti makan. Lobus temporal Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan interpretasi pendengaran. agresif. 4. Biologis Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas sebagai berikut. Acetylcoline. d. Selain itu. Dopamin. Perilaku (behavioral) 16 . Asuhan keperawatan Asuhan Keperawatan Umum pada Pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan Pengkajian Keperawatan Faktor Predisposisi 1. Lobus frontal Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis. dan GABA. a. Norepineprin. sprei pengekang 2. Tujuan yang tidak tercapai dapat menyebabkan frustasi berkepanjangan 3. Psikoanalisis Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil dari dorongan insting (instinctual drives) 2. d. serta media elektronik (berita kekerasan. c. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup Status dalam perkawinan Hasil dari orang tua tunggal (single parent) Pengangguran Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan struktur keluarga dalam sosial kultural. reterdasi mental. olahraga keras) 5. Internal 17 . Penekanan emosi berlebihan (over rejection) padda anak-anak atau godaan (seduction) orang tua memengaryhi kepercayaan (trust) dan percaya diri (self esteem) individu. Faktor Presipitasi Semua faktor ancamanantara lainn sebagai berikut. Faktor sosial yang dapat menyebabkan timbulnya agresivitas atau perilaku kekerasan yang maladaptif antara lain sebagai berikut. e. Sosial kultural a. Eksternal : penguatan yang diterima ketika melakukan kekerasan : observasi panutan (role model). b. yakni sebagai berikut a.a. baik korban kekerasan pada anak (child abuse) atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga memengaruhi penggunaan kekerasan sebagai koping. Hal ini mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak diterima akan menimbulkan sanksi. seperti orang tua. Kadang kontrol sosial yang sangat ketat (strict) dapat menghambat ekspresi marah yang sehat dan menyebabkan individu memilih cara yang maladaptif lainnya. dan gangguan belajar mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam berespon positif terhadap frustasi. Teori belajar sosial mengatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil belajar ddari proses sosialisasi dari internal dan eksternal. b. Kerusakan organ otak. c. 1. b. Perilaku kekerasan di usia muda. a. figur olahragawan atau artis. saudara. Internal b. Norma Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. kelompok. Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespon terhadap marah yang sehat. perang. Penganiayaan fisik b. dan lingkungan Perilaku kekerasan Gangguan konsep diri: harga diri rendah Diagnosis Keperawatan 1. Tujuan a. Eksternal a.a. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan denga perilaku kekerasan 2. Kehilangan orang yang dicintai c. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan c. Rasa percaya menurun c. Takut sakit d. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan b. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya 18 . orang lain. Hilang kontrol 2. Kelemahan b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah Rencana Intervensi Tindakan Keperawatan untuk Pasien 1. Kritik Diagnosis Pohon Masalah Risiko mencederai diri sendiri. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara: 1) Fisik. tarik napas dalam 2) Obat 3) Sosial/verbal. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya f. secara spiritual. dan dengan terapi psikofarmaka 2. Diskusika perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan 1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik 2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis 3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial 4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual 5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual d. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien 19 . Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya f. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara: 1) Verbal 2) Terhadap orang lain 3) Terhadap diri sendiri 4) Terhadap lingkungan e. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mengontrol perilaku kekerasan Tindakan Keperawatan untuk Keluarga 1.d. Diakusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa lalu c. secara sosial/verbal. misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya 4) Spiritual. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik. spiritual. Tujuan Keluarga dapat merawat pasien di rumah 2. dan tempat setiap kali bertemu pasien b. misalnya pukul kasur dan bantal. misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien g. waktu. sosial. Tindakan a. Tindakan a. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik. Bina hubungan saling percaya 1) Mengucapkan salam terapeutik 2) Berjabat tangan 3) Menjelaskan tujuan interaksi 4) Membuat kontrak topik. dan patuh minum obat h. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya e. yaitu latihan napas dalam dan pukul kasur/bantal. 3. Berikan obat psikofarmaka sesuai instruksi 11. 5. Diskusikan bersama kaluarga kondisi-kondisi paien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat. kami akan lepaskan” 9. serta perilaku yang muncul dan akibat ddari perilaku tersebut) c. Buat perencanaan pulang bersama keluarga Strategi Penahanan Strategi Antisipasi Strategi Preventif - Kesadaran diri Pendidikan pasien Latihan asertif - Komunikasi Perubahan lingkungan Perilaku Psikofarmakologi Strategi Penahanan . 7.Pengasingan -Pengendalian/ pengekangan Rangkaian Manajemen Krisis Intervensi Keperawatan dalam Manajemen Perilaku Kekerasan 1. tanda dan gajala. Identifikasi pemimpin tim krisis Susun atau kumpulkan tim krisis Beritahu petugas keamanan yang diperlukan Pindahkan semua pasien dari area tersbut Siapkan atau dapatkan alat pengekang (restrain) Susun strategi dan beritahu anggota lain Tugas penanganan pasien secara fisik Jelaskan semua tindakan pada pasien. 8. 4. Ikat/ kekang pasien sesuai instruksi pemimpin (posisi yang nyaman) 10. 2. seperti melempar atau memukul benda/orang lain d. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan 1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat 2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kagiatan tersebut secara tepat 3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan e.b. Jaga tetap kalem dan konsisten 20 . 6. karena perilaku Tono berbahaya pada Tono dan orang lain. “kami harus mengontrol Tono. Jika Tono sudah dapat mengontrol perilakunya. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab.Menajemen krisis . Isolasi a. Ada perawat yang ditugaskan untuk mengontrol tanda vital. yaitu makan. Area terbatas untuk adaptasi. Lingkungan aman dari perilaku pasien 2. orang lain. Selengkapnya baca Stuart dan Sundee (1995:739) dan pedoman pengikatan Evaluasi 1. dan staf dari bahaya. Ketidakmampuan mengontrol perilaku 2. Hiperaktif dan agitasi Prosedur pelaksanaan pengekangan adalah sebagai berikut 1. Tujuannya adalah melindungi pasien. serta akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan b.12. Pada pasien a. ditingkatkan secara bertahap 3. Indikasi antara lain sebagai berikut 1. Jelaskan pada pasien alasan pengekangan 2. Pembatasan gerak a. Pasien butuh untuk jauh dari orang lain. perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Jelaskan kejadian pada pasien lain dan staf seperlunya 14. Hal ini legal jika dilakukan secara terapeutik dan etis. sirkulasi. Prinsip pengasingan antara lain sebagai berikut (Stuart dan Sundee 1995: 738) 1. Lakukan dengan hati-hati dan tidak melukai 3. eliminasi. Secara bertahap integrasikan pasien pada lingkungan Pengasingan Pengasingan dilakukan untuk memisahkan pasien dari orang lain di tempat yang aman dan cocok untuk tindakan keperawatan. serta melindungi pasien dan orang lain dari cedera. dan membuka ikatan untuk latihan gerak 4. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal. Perilaku tidak dapat dikontrol oleh obat atau teknik psikososial 3. dan perawatan diri 5. yang meliputi: 21 . Pasien mampu menyebutkan penyebab. contohnya paranoid b. minum. Aman dari menciderai diri b. tanda dan gejala perilaku kekerasan. Evaluasi tindakan dengan tim 13. Penuhi kebutuhan fisik. Pembatasan input sensoris Ruangan yang sepi akan mengurangi stimulus Pengekangan Tujuan dari pengekangan adalah mengurangi gerakan fisik pasien. pekerjaan petani. umur 49 tahun. sering mengamuk dan marah-marah. Klien datang ke IGD dengan keluhan 10 hari yang lalu klien tampak bingung. hubungan dengan klien adalah sebagai kakak. Klien tinggal serumah dengan orangtua dan kakak pertamanya sedangkan keenam kakaknya sudah menikah. Keluarga mampu mencagah terjadinya perilaku kekerasan b. Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan d. Identitas penanggung jawab klien bernama Tn. P (41 tahun) tinggal di Wonogiri. Akhirnya Tn. status belum menikah. membanting barang. Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus dilaporkan pada perawat Studi Kasus Tn. akhir-akhir ini klien sering berbicara kacau dengan nada yang keras dan mondar-mandir. Pada keluarga a. Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien c. diagnosa medis skizofrenia. Keluarga sudah berusaha untuk memberikan obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya. Kakak klien mengatakan bahwa klien tidak bisa tidur. pekerjaan petani. Klien tidak pernah mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik dan tindakan kekerasan. beragama Islam. tetapi klien pernah mengalami kegagalan yang tidak menyenangkan yaitu tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi.1) Secara fisik 2) Secara sosial/verbal 3) Secara spiritual 4) Terapi psikofarmaka 2. Analisa genogram: klien merupakan anak ke-7 dari 7 bersaudara. mengamuk. tanggal masuk 25 Januari 2012. 22 . Klien dibawwa lagi ke RSJD Surakarta karena bingung. S. tinggal di Wonogiri. pendidikan SD. P dibawa ke RSJD Surakarta untuk dirawat lagi. Sebelumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan pernah dirawat di RSJD Surakarta 2 kali. rujukan dari IGD terus dibawa ke bangsal Abimanyu. berbicara kacau dengan nada keras dan mondar-mandir. tetapi klien tidak mau minum obat. Dada tidak ada lesi. P mengatakan jika klien memiliki masalah selalu membicarakan dengan kakaknya. tampak jengkel. simetris kanan dan kiri. pendek. mata melotot. RR 20x/ menit. Tetapi yang sering digunakan klien adalah koping maladaptif karena klien mengamuk dan membanting barang. resiko perilaku kekerasan sebagai core problem. halusinasi sebagai efek (akibat). Nadi 103x/menit. 23 . Klien mendapatkan terapi medis berupa Risp 3x1 mg. P tampak mondar-mandir. sekarang klien mengalami gangguan jiwa Tn. Hasil pemeriksaan klien kesadaran umum composmentis. mata klien tampak merah. telinga simetris kanan kiri dan bersih. Stressor yang terjadi tahun terakhir masalah yang membuat klien stress adalah klien diputus pacarnya karena tidak memiliki sepeda motor. tampak kesal. simetris kanan dan kiri. Mekanisme koping klien adaptif: klien suka membantu orang tuanya bekerja disawah tiap hari sedangkan mekanisme koping maladaptif klien mengatakan mudah marah ketika berbeda pendapat dengan lawan bicaranya (kakaknya) kemudian klien mengamuk dan membanting barang. klien selalu menganggap orang lain yang salah.Pengkajian Tn. respon klien yang sekarang adalah klien tidak menyadari kalau dirinya sakit jiwa. Pohon masalah yang muncul: isolasi sosial/ menarik diri sebagai (penyebab). mata konjungtiva tidak anemis. tinggi badan 161 cm. BB 60 kg selama sakit klien mengalami kenaikan BB 2 kg. ekstremitas lengkap. atas bawah tidak ada sariawan. Trihexipenidril 3x2 mg dan Clorpromazine 3x100 mg Diagnosa Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan Data subyektif: klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya Data obyektif: klien tampak melotot. tidak ada uban. TTV: TD 112/66 mmHg. suhu 36ºC. Dari hasil pemeriksaan Head to toe adalah sebagai berikut: rambut hitam lurus. fungsi penglihatan baik. Hidung mancung simetris dan bersih. tidak ada fungsi alat gerak yang terganggu. mulut simetris. bicara terdengar keras (membentak). diri sendiri dan lingkungan dan penyebab resiko perilaku kekerasan adalah halusinasi/ efek. perkenalan nama. TUK 3: klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan: klien mampu mengungkapkan perasaan saat marah/ jengkel. TUK 2: klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya. 2.Resiko perilaku kekerasan sebagai core problem adalah keadaan dimana individu mengalami perilaku yang membahayakan orang lain. tunjukkan sikap empati. dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien. klien mampu menyimpulkan tanda-tandda jengkel/ marah Intervensi: bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya: ajarkan klien untuk mengungkapkan apa yang dirasakan. Kriteria evaluasi: setelah 1x interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat: wajah cerah. 3. bersedia menceritakan perasaan. Intervensi: bina hubungan saling percaya dengan: beri salam setiap berinteraksi. Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya: menceritakan penyebab perasaan jengkel/ kesal baik dari diri sendiri maupun lingkungannya Intervensi: bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya: motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya. nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi. Perencanaan 1. jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. dengarkan tanya mengela atau memberi penilaian setiap ungkapan klien. Tujuan khusus (TUK) 1: klien dapat membina hubungan saling percaya. tanyakan dan penggil nama kesukaan klien. tersenyum.. observasi 24 . ada kontak mata. buat kontrak interaksi yang jelas. tanyakan masalah klien yang dihadapi klien. mau berkenalan. jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah: cara fisik. lingkungannya. Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien menjelaskan akibat tindakan kekerasan yang dilakukannya: diri sendiri. orang lain/ keluarganya. jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien. 6. dijauhi teman-teman. TUK 7: klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan 25 . TUK 5: klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. nafas dalam. simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel yang dialami pasien 4. diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukan masalah yang dialami teratasi 5. lingkungan: barang atau benda rusak Intervensi: diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) yang dilakukan pada: diri sendiri. meditasi sesuai dengan agamanya 7. Intervensi: diskusikan dengan klien: apakah klien mampu mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat. luka-luka. TUK 6: klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan. TUK 4: klien mengidentifikasi perilaku kekerasan Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien menjelaskan: klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.tanda-tanda perilaku kekerasan. pukul bantal/kasur. verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal. klien mengetahui cara yang benar dalam menyelesaikan masalah Intervensiskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini: motivasi klien menceritakan jenis-jenis tinndakan kekerasan tersebut yang terjadi. Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien: menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah. orang lain keluarga: luka tersinggung. spiritual: sembahyang atau doa. ketakutan. dzikir. bentuk dan warna obat. anjurkan klien: minta dan menggunakan obat tepat waktu. cara pemakaian. beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang. tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan 9. beri pujian kepada keluarga setelah mencoba peragaan. beri penguatan pada klien perbaiki cara yang masih belum sempurna 8. TUK 9: klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien menjelaskan: manfaat minum obat. Implementasi SP 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya (BHSP). setelah 1x pertemuan klien menggunakan obat sesuai program Intervensi: jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat. memukul kasur. kerugian tidak minum obat. meditasi sesuai agamanya Intervensi: diskusikan cara yang mmungkin dipilih dianjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan. peragakan cara merawat klien (menangani perilaku kekerasan). efek yang dirasakan. lapor ke perawat/ dokter jika mengalami efek yang tidak biasa. mengidentifikasi akibat 26 . latih klien memperagakan cara yang dipilih: peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih. efek yang akan dirasakan klien. dan bentuk obat) dosis yang tepat untuk klien. dosis yang diberikan kepadanya. TUK 8: klien dapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan: menjelaskan cara merawat klien Intervensi: diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan: jelaskan pengertian penyebab akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dilaksanakan oleh keluarganya. nama obat. Menjelaskan kepada klien: jenis obat (nama. waktu pemakaian. spiritual: dzikir/ doa. waktu pemakaian. cara pemakaian. verbal: mengungkapkan perasaan kesal/jengkel padda orang lain tanpa menyakiti. warna. mengiddentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dilakukan. jelaskan manfaat cara tersebut.Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan fisik: tarik nafas dalam. Klien mengatakan mau memasukkan latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan: nafas dalam. pukul bantal. Klien mengatakn mau berlatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. klien mampu mempraktekkan nafas dalam. Obyektif: klien kooperatif saat diwawancarai. menganjurkan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan: secara verbal SP 4 : mengevaluasi pukul bantal. Klien mengatakan setelah diajari cara nafas dalam. Sedangkan untuk klien : anjurkan klien untuk melakaukan nafas dalam SP 2 (pukul bantal) Evaluasi SP 2: Subyektif: klien mengatakan sudah mencoba mempraktekkan nafas dalam. Secara obyektif: klien tampak tenang. klien menjasi tahu cara mengontrol marahnya. Rencana selanjutnya untuk perawat sedangkan untuk klien: evaluasi SP 2 lanjutkan SP 3 (secara verbal) klien: anjurkan klien untuk cara mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas dalam dan pukul bantal Evaluasi SP 3: 27 . SP 2: mengevaluasi cara mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas dalam. Analisis: masalah teratasi sebagian. mempraktekkan nafas dalam. SP 3: mengevaluasi mempraktekkan nafas dalam. klien mampu mempraktekkan cara perilaku kekerasan dengan pukul bantal. Analisis: masalah teratasi sebagian. mengontrol perilaku kekerasan secara verbal dan mengajarkan pasien untuk minum obat secara tepat. Evaluasai Evaluasi SP 1: Subyektif: klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya. menganjurkan pasien untuk mempraktekkan pukul bantal.perilaku kekerasan yang dilakukan. Rencana selanjutnya untuk perawat: evaluasi SP 1 lanjutkan SP 2 (pukul bantal). klien tampak mempraktekkan latihan dengan mengontrol perilakuk kekerasan dengan pukul bantal. 28 . Klien mengatakan mau berlatih cara mngontrol perilaku kekerasan secara verbal. pukul bantal dan secara verbal.Subyektif: klien mengatakan sudah bisa cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. Klien : anjurkan klien untuk cara mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas dalam. klien mampu mempraktekkan cara perilaku kekerasan cara verbal. klien tampak mempraktekkan latihan dengan mengontrol perilaku kekerasan secara verbal. Secara obyektif: klien tampak tenang. Rencana selanjutnya untuk perawat sedangkan untuk klien: evaluasi SP 3 lanjutkan SP 4 cara minum obat yang tepat. Analisis: masalah teratasi. Klien mengatakan mau memasukkan latihan mengontrol perilaku kekerasan secara verbal. 29 .1.BAB III PENUTUP 3.Kesimpulan Perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah dan bermusuhan sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya control diri dimana individu bisa berperilaku menyerangatau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri. orang lain. dan lingkungan. Edisi 2. Dalami.J.C. I. 8.ac. hal. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. AH. Trans Info Media. 4. Airlangga University Press. Panduan Diagnosa Keperawatan.. Sustrami. 2009. http://repository..unpad. dkk.. 2008.ac.id/bitstream/123456789/27602/4/Chapter%20II. 2006. 2. 2005.id/files/disk1/128 10. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Buku ajar keperawatan jiwa.usu. 447 dikutip oleh Keliat. L.ac. jakarta: revita aditama 3. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta . 6. E. 7. jakarta: Salemba Medika. F. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Perilaku Kekerasan diakses dalam http://blogs. Yusuf. Maramis. Jakarta . 2015. (2010).unimus. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.DAFTAR PUSTAKA 1.. 9. 5. Carpenito. Keperawatan Jiwa.pdf 14. Wati. Alih bahasa : Akemat..unimus. http://digilib. Jakarta: Salemba Medika hlm 131-137 30 . Edisi 2.id/antoniuscatur/files/2010/04/kekerasan. EGC. NANDA. Copel. (2011). 1994 11. 2009.pdf 12. L. Surabaya . Jakarta .pdf 13. Edisi 10. Yosep. Nurjannah. Prima Medika. Beck. 2007. Aplikasi Proses Keperawatan. dkk 1986. CV.F. I.ac. K. Moyet. EGC.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-muslikha-53642-babiik-k. http://digilib. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Pedoman Klinis Perawat. Moco Medika. Yogyakarta . W. Dyah & Antonius Catur. dkk. 2005-2006. Jakarta .
Copyright © 2024 DOKUMEN.SITE Inc.