INVENTARISASI HAMA PADA TANAMAN BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DI PT MEKAR UNGGUL SARI CILEUNGSI, BOGOR, JAWA BARAT (Laporan Praktik Umum)
Oleh Erwin Faizal Nur 1414121089
JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Praktik Umum
: Inventarisasi Hama pada Tanaman Belimbing (Averrhoa carambola L.) di PT Mekar Unggul Sari, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat
Nama
: Erwin Faizal Nur
NPM
: 1414121089
Fakultas
: Pertanian
Jurusan/Program Studi : Agroteknologi/Agroteknologi Tanggal Persetujuan
:
Menyetujui,
Ketua Jurusan Agroteknologi
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si NIP. 196305081988112001
Prof. Dr. Ir. Cipta Ginting, M.Sc. NIP.196012011984031003
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung,
Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si. NIP. 196110201986031002
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktik umum ini sesuai pada waktunya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam yang telah memberikan tuntunan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kita dapat mengenal keagungan Allah Subhanallahu wa ta’ala dengan segala ciptaan-Nya.
Laporan praktik umum ini berjudul “Inventarisasi Hama pada Tanaman Belimbing (Averrhoa carambola L.) di PT Mekar Unggul Sari Cileungsi, Bogor, Jawa Barat” yang telah dilaksanakan pada tanggal 17 Juli 2017 sampai 19 Agustus 2017.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
2.
Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si. selaku ketua Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
v
3.
Bapak Prof. Dr. Ir. Cipta Ginting, M.Sc. selaku dosen pembimbing praktik umum atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran dan kritik kepada penulis selama proses kegiatan ini berlangsung.
4.
Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.Si. selaku ketua program studi Hama dan Penyakit Tanaman sekaligus ketua Jurusan Proteksi Tanaman.
5.
Ibu Ir. Titiek Nur Aeny, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik atas kesediaannya memberikan motivasi, saran dan kritik kepada penulis selama kegiatan akademik berlangsung.
6.
Segenap dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah menyalurkan ilmunya sehingga penulis dapat menerapkannya selama proses kegiatan ini berlangsung.
7.
Bapak Guntoro, Bapak Dudi Zen, Ibu Anna, Ibu Fatmi dan Bapak Junaidi selaku staff PT. Mekar Unggul Sari yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk belajar serta memfasilitasi selama kegiatan ini berlangsung.
8.
Bapak H. Engkar selaku Koordinator Lapang atas segala bimbingan, motivasi, saran serta kritiknya yang membuat penulis semakin semangat selama proses kegiatan ini berlangsung.
9.
Mang Engkus, Aa Heri, Aa Oja, Mang Carman, Aki Mustar serta seluruh karyawan PT Mekar Unggul Sari atas kesediaannya memberikan bimbingan dan rasa kekeluargaan selama proses kegiatan ini berlangsung.
10. Tim Pepaya Mangga Pisang Jambu; Izzaturrijal, Reza Adi Wijaya, Rangga Aldion, Kartika Aprilestari dan Dini Aprilia sebagai sahabat yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan bantuan serta tidak sedikit hiburan yang telah diberikan kepada penulis selama pelaksanaan ini berlangsung.
vi
11. Kawan-kawan dari Agroteknologi Unsoed (Alfi, Fiska, Tommy dan Sofyan), Agroteknologi Unsri (Adit dan Nisa) dan Biologi IPB yang telah memberikan motivasi, dukungan dan bantuan kepada penulis selama kegiatan berlangsung. 12. Kedua orang tercinta, Ayahanda Muhammad Soleh dan Ibunda Nurhayati yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan kepada Ananda untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu sehingga diharapkan kelak Ananda dapat berguna bagi sekitarnya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan praktik umum ini masih memiliki banyak kekurangan, karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran sehingga laporan ini dapat lebih bermanfaat.
Bandar Lampung, 20 September 2017 Penulis
Erwin Faizal Nur
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Tujuan Praktik Umum............................................................................... 3 1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik Umum ...................................... 3 1.4 Metode Pelaksanaan................................................................................. 3
II. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI 2.1 Kondisi Umum Perusahaan....................................................................... 5 2.2 Sejarah Singkat Taman Buah Mekarsari................................................... 6 2.3 Filosofi Taman Buah Mekarsari ............................................................... 9 2.4 Struktur Organisasi ................................................................................. 10 2.5 Ketenagakerjaan ...................................................................................... 12 2.6 Sarana dan Prasarana .............................................................................. 13 2.7 Kondisi Umum Lokasi Praktik Umum ................................................... 13 III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil ..................................................................................................... 15 3.1.1 Pemeliharaan tanaman belimbing ............................................... 15 3.1.1.1 Penyiraman ................................................................................. 15 3.1.1.2 Pemangkasan............................................................................... 16 3.1.1.3 Pemupukan.................................................................................. 17 3.1.1.4 Penjarangan Buah ....................................................................... 19 3.1.2 Pengendalian Hama ..................................................................... 19 3.1.2.1 Pembungkusan Buah ....................................................... 20 3.1.2.2 Sanitasi Kebun ................................................................ 21 3.1.2.3 Pemasangan Perangkap ................................................... 23 3.1.2.3 Aplikasi Insektisida Sintetis ............................................ 25 3.1.3 Panen dan Pascapanen................................................................. 26 3.1.3.1 Panen ............................................................................... 26 3.1.3.2 Pascapanen ...................................................................... 27 3.1.4 Hama Tanaman Belimbing ......................................................... 28 3.1.4.1 Lalat Buah Bactrocera spp. (Diptera : Tephritidae) ....... 31
Lokasi kebun belimbing di Taman Buah Mekarsari.................................... 14
2.
Penyiraman tanaman menggunakan selang panjang. .................................. 16
3.
Perawakan tanaman ..................................................................................... 17
4.
Aplikasi pupuk KCl dan SP-36 pada sekitar piringan tanaman. ................. 18
5.
Aplikasi pupuk daun dengan menggunakan power sprayer. ....................... 19
6.
Proses pembungkusan buah belimbing........................................................ 21
7.
Kegiatan sanitasi kebun ............................................................................... 22
8.
Pembakaran sisa tanaman di areal kebun. ................................................... 23
9.
Sticky trap yang dipasang di percabangan tanaman. ................................... 23
10.
Perangkap atraktan yang dipasang di percabangan tanaman. ...................... 24
11.
Merk dagang insektisida yang digunakan.................................................... 26
12.
Morfologi pradewasa lalat buah .................................................................. 31
13.
Imago lalat buah yang ditemukan pada pertanaman belimbing .................. 32
14.
Buah yang terserang lalat buah Bactrocera spp. ......................................... 32
15.
Helopeltis bradyi dan gejala serangan ......................................................... 34
16.
Thaumatotibia leucotreta dan gejala serangan ............................................ 35
17.
Fase perkembangan dan gejala serangan Diacrotricha fasciola ................. 37
18.
Kutudaun Toxoptera aurantii dan gejala serangan ...................................... 38
x
19.
Maconellicoccus hirsutus menyerang bagian pangkal buah dan tangkai buah belimbing .................................................................................................. 39
20.
Tahap perkembangan Euproctis flexuosa .................................................... 40
21.
Imago Carpophilus dimidiatus pada permukaan buah belimbing. .............. 41
22.
Rayap dan gejala kerusakan......................................................................... 42
23.
Kantung sutra Clania lewinii pada percabangan belimbing. ....................... 43
24.
Musuh alami hama tanaman belimbing ....................................................... 44
25.
Perbedaan morfologi lalat buah spesies B. carambolae dan B. dorsalis ..... 47
26.
Struktur organisasi PT Mekar Unggul Sari. ................................................ 80
27.
Denah lokasi Taman Buah Mekarsari.......................................................... 81
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Pengembangan Areal pada PT Mekar Unggul Sari ....................................... 6
2.
Hama yang menyerang tanaman belimbing dan bagian yang diserang ....... 28
3.
Jenis hama yang ditemukan beserta tanaman inang .................................... 29
4.
Usia panen beberapa varietas belimbing manis di TBM ............................. 49
5.
Pengaruh kondisi suhu dan kelembaban terhadap lama stadia telur T. leucotreta .................................................................................................. 55
6.
Pengaruh kondisi suhu terhadap lama stadia larva T. leucotreta................. 57
7.
Data iklim wilayah Kabupaten Bogor ......................................................... 82
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Indonesia merupakan negara beriklim tropis dan memiliki curah hujan yang tinggi sepanjang tahun (Cahyono, 2010), kondisi iklim ini menjadikan Indonesia berpeluang besar dalam pengembangan budidaya belimbing manis (Averrhoa carambola L.) (Zahara & Kasim, 1999). Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan tumbuhan tropis famili Oxalidaceae yang berasal dari Asia Tenggara dan mampu menghasilkan buah hampir sepanjang tahun (Campbell et al., 1985). Tanaman belimbing merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura dari jenis buah-buahan yang cocok dikembangkan di daerah tropis seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Philipina (Cahyono, 2010).
Buah belimbing merupakan salah satu buah unggulan nasional yang ada di Indonesia. Menurut Cahyono (2010), Indonesia memunyai banyak varietas belimbing unggulan seperti Demak Jinggo, Demak Kapur, Sembiring, Wulan, Dewi, dan Siwalan. Kandungan gizi dari buah belimbing manis terdiri dari beberapa zat yang bermanfaat bagi kesehatan (Dasgupta et al., 2013).
2
Pengembangan buah di Indonesia mengalami kendala, mulai penyediaan benih bermutu, budidaya sampai penanganan panen (Cahyono, 2010). Salah satu kendala dalam upaya meningkatkan produksi dan mutu buah di Indonesia, khususnya buah belimbing adalah serangan hama, keberadaan hama dapat memengaruhi secara langsung pada produksi dengan mengakibatkan kerusakan buah belimbing dan dapat memengaruhi secara tidak langsung dengan mengakibatkan kerusakan pada tanaman belimbing yang memengaruhi produksi buah belimbing (DKP, 2012). Hama yang biasanya terdapat pada pertanaman belimbing menurut Rukmana (1996) adalah lalat buah, penggerek buah, kutu putih, kutu daun, dan ngengat buah.
Berdasarkan survei di Taman Buah Mekar Sari, daerah ini memunyai keanekaragaman tanaman buah yang cukup tinggi. Keberadaan berbagai tanaman buah ini merupakan kondisi yang baik bagi perkembangbiakan hama yang memiliki kisaran inang yang cukup luas, dikarenakan ketersediaan inang yang selalu tercukupi. Inventarisasi hama perlu dilakukan untuk memeroleh informasi tentang keanekaragaman jenis hama yang menyerang tanaman belimbing, gejala kerusakan, serta inang alternatifnya sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan hama secara efektif dan efisien.
3
1.2
Tujuan Praktik Umum
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum umum ini adalah: 1.
Mempelajari teknik pengendalian hama pada tanaman belimbing di Taman Buah Mekarsari.
2.
Mengetahui dan mempelajari hama yang menyerang tanaman belimbing di Taman Buah Mekarsari.
3.
Mengetahui dan mempelajari tanaman inang alternatif dari masing-masing hama yang ditemukan.
1.3
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik Umum
Kegiatan praktik umum ini dilaksanakan di Taman Buah Mekarsari PT Mekar Unggul Sari, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini berlangsung selama 30 hari kerja efektif yang dimulai pada tanggal 17 Juli 2017.
1.4
Metode Pelaksanaan
a. Wawancara Dilakukan terhadap pihak yang bersangkutan sesuai dengan petunjuk pembimbing lapang atau berupa penjelasan dari pembimbing lapang di lokasi. b.
Pengamatan Langsung Melakukan pengamatan secara langsung dalam kegiatan budidaya tanaman belimbing di Taman Buah Mekarsari.
4
c. Diskusi Melakukan diskusi terkait teknik budidaya tanaman belimbing, khususnya dalam pengendalian hama kepada praktisi maupun pihak yang bersangkutan. d.
Inventarisasi Melakukan pengoleksian hama dan mengidentifikasi hama yang menyerang pertanaman belimbing.
e.
Identifikasi Identifikasi dilakukan dengan bantuan kaca pembesar dan kamera digital LSR Canon EOS serta panduan identifikasi pada masing-masing hama yang ditemukan.
II.
2.1
KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI
Kondisi Umum Perusahaan
Taman Buah Mekarsari (TBM) yang dikelola oleh PT Mekar Unggul Sari terletak di Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor, meliputi Desa Mekarsari, Desa Dayeuh, Desa Mampir dan Desa Cileungsi Kidul. Secara geografis, Taman Buah Mekarsari terletak pada 6–35 °LS dan 52-106 °BT dengan kemiringan lahan 0–8 % serta ketinggian tempat ± 70 m dpl. Tipe iklim TBM termasuk tipe iklim A dengan curah hujan 2000–4000 mm/tahun.
Jenis tanah di TBM adalah jenis tanah latosol dengan warna tanah coklat sampai kemerahan, tekstur tanah sedang sampai dengan berat, struktur tanah remah sampai dengan gembur, dengan infiltrasi air lambat sampai dengan tinggi, kandungan bahan organik kurang dari 2 % dengan pH tanah 4,5 – 6,0.
TBM memiliki lahan seluas 264 Ha yang merupakan lahan bekas perkebunan karet. Pembagian lahan di Taman Buah Mekarsari adalah 88 Ha dipakai sebagai kebun buah yang terdiri atas 5 blok yaitu Blok A - E, lansekap 20 Ha, danau 27,5 Ha, areal pengembangan 99 Ha, penggunaan lahan secara lebih lengkap dapat
6
dilihat pada Tabel 1. Sebagai salah satu obyek wisata agro, Taman Buah Mekarsari mudah dijangkau karena letaknya yang strategis, yaitu di Jl. Raya Cileungsi–Jonggol km 3 yang berjarak 45 km dari Kota Bogor, 30 km dari Kota Jakarta dan 20 km dari Kota Bekasi.
Tabel 1. Pengembangan Areal pada PT Mekar Unggul Sari Penggunaan
Luas (Ha)
Kebun Buah
88
Landscape
20
Greenhouse
2
Kebun sayur dan Buah
10
Kebun Bibit (Nursery)
10
Danau Cipicung
27.5
Bangunan dan Jalan
20
Areal pengembangan
86.5
Jumlah
264
Sumber: PT Mekar Unggul Sari (2006)
2.2
Sejarah Singkat Taman Buah Mekarsari
Areal Taman Buah Mekarsari merupakan lahan bekas perkebunan karet milik PTP IX yang sudah tidak produktif. Gagasan pembangunan Taman Buah Mekarsari berasal dari Almarhumah Ibu Tien Soeharto yang berkeinginan untuk membangun sebuah tempat koleksi dan pelestarian plasma nutfah tropis khas Indonesia sebagai wahana penelitian, budidaya dan wisata. Perancangan dan pembangunan Taman Buah Mekarsari dilakukan oleh perusahaan swasta yaitu PT Exotica dan
7
pembangunan dilaksanakan pada tahun 1990. Proses pembangunan secara keseluruhan terdiri atas 4 tahap yaitu: 1. Pembangunan tahap I: meliputi sarana penunjang yaitu pekerjaan persiapan sarana penunjang (pintu gerbang dan pemagaran, jalan, jembatan, saluran air, pos penjaga, menara pengawas, bangunan rumah plastik, gedung air terjun, kolam air mancur, pembuatan pintu air danau), pekerjaan penanaman (kebun buah produksi, buah langka, kebun sayur, kebun bibit dan hidroponik), pekerjaan instalasi listrik dan mengerjakan instalasi air. 2. Pembangunan tahap II: berupa pekerjaan pendahuluan, parkir, plaza dan gedung pengelola, pembangunan shelter, toilet umum, pembuatan pagar depan (gerbang Candi Bentar), pembuatan menara pandang. 3. Pembangunan tahap III: meliputi pembangunan laboratorium, pembangunan gudang (pasca panen, pupuk dan alat), pembangunan pool kendaraan dan bengkel. 4. Pembangunan tahap IV: dalam bentuk pekerjaan pembangunan hotel, ruang konfrensi dan landscape di sekitar danau.
Proyek ini merupakan partisipasi aktif Yayasan Purna Bhakti Pertiwi dalam rangka pengembangan bidang pertanian dan pariwisata. Tujuan khusus proyek ini antara lain: 1. Menciptakan kebun hortikultura yang terdiri dari kebun buah-buahan, sayursayuran, bunga dan tanaman hias yang berfungsi sebagai kebun produksi, koleksi dan plasma nutfah.
8
2. Memberikan alternatif obyek wisata baru, baik bagi wisatawan asing maupun domestik. 3. Sebagai taman rekreasi hortikultura yang dapat dikembangkan menjadi pusat studi hortikultura bagi tanaman buah-buahan dan sayuran dataran rendah. 4. Menciptakan lapangan kerja baru dilingkungan Kecamatan Cileungsi. 5. Memanfaatkan secara maksimal segenap potensi yang mencakup asas pertimbangan keselarasan lingkungan tetap terjaga. 6. Secara ekonomi diharapkan proyek ini dapat mendatangkan keuntungan.
Secara umum tujuan pembangunan Taman Buah Mekarsari adalah sebagai pusat pendidikan dan pengembangan hortikultura meliputi tanaman buah-buahan, sayuran serta tanaman hias sebagai alternatif untuk tempat pariwisata baik wisatawan domestik maupun mancanegara, sebagai tempat koleksi tanaman buah khususnya buah-buahan khas Indonesiua dan diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di sekitar Taman Buah Mekarsari.
Peresmian Taman Buah Mekarsari bertepatan dengan hari pangan sedunia yang ke XVI yaitu pada tanggal 14 Oktober 1995 yang menandai kebangkitan buahbuahan Indonesia. Pengelolaan Taman Buah Mekarsari diserahkan pada PT Mekar Unggul Sari yang didirikan pada tanggal 14 April 1995 dan beroperasi penuh pada 1 Januari 1995. Pada tanggal 14 Oktober 2004 bertepatan dengan ulang tahun Taman Buah Mekarsari yang ke-9, Taman Buah Mekarsari berganti nama menjadi Taman Wisata Mekarsari dan tetap memfokuskan ciri pada pertama kali berdiri yaitu di bidang wisata khususnya wisata agro yang memunyai tagline
9
Taman Wisata Mekarsari “Berwisata di Tengah Kebun Buah”. Pada tahun 2014 berganti kembali menjadi Taman Buah Mekarsari.
2.3
Filosofi Taman Buah Mekarsari
Dalam perencanaan kebun buah TBM dipilih pola daun lamtoro gung sebagai tema utama, karena tanaman tersebut merupakan simbol tanaman yang serba guna, sebagai pelestari lingkungan hidup dan pemenuhan kebutuhan jasmani maupun rohaniah. Keunikan dan manfaatnya antara lain daun, buah dan bunganya dapat dijadikan sebagai pakan ternak, sebagai pakan ternak dapat mempercepat pertumbuhan dan penggemukan hewan ternak, sebagai tanaman pelindung tajuknya melindungi tanaman lain dari terik matahari dan hujan. Sistem perakarannya dapat mencegah erosi dan tanah longsor, sebagai tanaman penghijauan di desa dan di kota dapat berfungsi mengurangi polusi udara sehinga lingkungan menjadi lebih hijau dan nyaman. Tanaman ini tahan terhadap hama dan penyakit tumbuhan, tahan terhadap genangan singkat, kekeringan, angin, salinitas sebagai tanaman pupuk hijau, selian itu akarnya dapat menggemburkan tanah karena mampu mengikat zat nitrogen bebas (N2) di udara dan daunnya yang gugur bisa dijadikan humus untuk menyuburkan tanah.
Taman Buah Mekarsari memunyai logo yang berbentuk buah manggis, pemilihan biah manggis menjadi logo dikarenakan mangis merupakan buah yang jujur, jumlah isinya dapat diketahui dari bagian sepal yang ada di bagian luar buah manggis.
10
2.4
Struktur Organisasi
PT Mekar Unggul Sari selaku pengelola Taman Buah Mekarsari dipimpin oleh seorang Direktur Utama di bantu oleh seorang General Manager yang bertugas memimpin operasional harian perusahaan, bertanggungjawab atas jalannya roda perusahaan, memberikan pertimbangan atas kinerja perusahaan serta mengontrol dan mengevaluasi hasil perencanaan perusahaan. General Manager dibantu oleh Marketing dan Public Relation serta sekretaris. General Manager juga dibantu oleh seorang penasehat atau pengawas yaitu Advisor, selain itu General Manager juga dibantu oleh Legal yang bertugas memberikan bantuan atau masukan tentang masalah hukum. General manager membawahi 4 divisi, yaitu : Divisi Komersil, Divisi Operasional, Divisi Akutansi dan Keuangan, serta Divisi Riset dan Pengembangan. Struktur organisasi pada PT Mekar Unggl Sari dapat dilihat pada Lampiran. Mekanisme kerja masing-masing Divisi adalah sebagai berikut: 1.
Divisi Komersil Berperan dalam pengembangan usaha PT Mekar Unggul Sari yang meliputi: a. Pengembangan bidang usaha wisata Bertanggungjawab atas jalannya pengembangan kemajuan wisata agro. b. Pengembangan usaha agro Bertanggungjawab atas perkembangan Taman Buah Mekarsari dalam bidang agronomi. c. Pengembangan usaha khusus Bertanggungjawab atas proyek-proyek khusus yang telah diprogramkan oleh perusahaan termasuk SPBU.
11
2.
Divisi Operasional Membawahi 3 bagian: a. Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) dan Hubungan Industrial (HI) Bertanggungjawab terhadap kinerja seluruh karyawan dan staf serta dalam bidang perekrutan karyawan baru, keamanan dan HI, kebijakan dan administrasi personalia yang ada di Taman Buah Mekarsari. b. Bagian Sarana dan Perlengkapan Berperan dalam pengadaan dan pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhakan oleh perusahaan. c. Bagian Umum Bertugas mengurusi semua sarana dan prasarana dalam memenuhi kebutuhan perusahaan seperti transportasi karyawan, pengadaan logistik dan rumah tangga.
3.
Divisi Akutansi dan Keuangan Berperan dalam menjalankan manajemen keuangan PT Mekar Unggul Sari. Bagian akutansi terbatas hanya pada proses pembukuan, sedangkan bagian Keuangan bertugas atau berwenang untuk mengeluarkan arus kas maupun penerimaan.
4.
Divisi Riset dan Pengembangan Bertanggungjawab terhadap kegiatan penelitian, produksi, pemeliharaan, dan koleksi kebun bibit tanaman. Dalam menjalankan tugasnya kepala divisi dibantu oleh staf ahli yang bertugas untuk mencari penghetahuan atau teknik baru yang berkembang saat ini dan selanjutnya diserahkan kepada bagian penelitian untuk ditindak lanjuti.
12
5.
Divisi riset dan Pengembangan Membawahi tiga bagian yaitu: a. Bagian Pusat Pengelolaan Data Elektronik dan Pusat Informasi Membawahi Seksi data elektrik, tugasnya mengelola data PT Mekar Unggul Sari dengan akses komputerisasi dan Seksi distribusi informasi yang tugasnya menyampaikan segala informasi tentang PT Mekar Unggul Sari ke masyarakat maupun karyawan melalui internet. b. Bagian Penelitian dan Diklat Membawahi Seksi pemuliaan tanaman, Seksi kebun induk dan laboratorium, serta Seksi diklat dan kerjasama. c. Bagian Kebun Buah dan Produksi Membawahi Seksi pembibitan dan hidroponik, Seksi kebun koleksi dan Seksi kebun komersil.
2.5
Ketenagakerjaan
Jumlah tenaga kerja di PT. Mekar Unggul Sari terdiri dari 600 orang yang terdiri dari karyawan pimpinan, staf, karyawan bulanan, karyawan harian dan honorer. Jam kerja untuk karyawan baik untuk pimpinan maupun karyawan lainnya adalah 40 jam per minggu. Dengan rincian sebagai berikut: 1. Pimpinan dan staf Hari kerja mulai dari hari Senin sampai Jumat dengan jam kerja mulai pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB, dan jam istirahat jam 12.00 WIB – 13.00 WIB.
13
2. Karyawan bulanan dan harian: Hari kerja Senin sampai Sabtu dengan jam kerja mulai pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB, dan jam istirahat jam 11.00 WIB – 13.00 WIB (Senin – Kamis) dan jam 13.00 WIB – 14.00 WIB (Jumat dan Sabtu).
2.6
Sarana dan Prasarana
Untuk menunjang kegiatan wisata, prasarana dan fasilitas yang dapat dinikmati oleh pengunjung di Taman Buah Mekarsari adalah : 1. Kebun koleksi tanaman buah yang memunyai luas area 88 ha yang terbagi dalam 5 blok yaitu blok A – blok E. Kebun koleksi ini dibangun dengan teknologi dan penataan landscape yang menarik, ditanami dengan aneka koleksi tanaman buah baik lokal maupun introduksi dari luar negri. hari kerja senin sampai jumat dengan jam kerja mulai pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB, dan jam istirahat jam 12.00 WIB – 13.00 WIB. 2. Kawasan danau Cipicung, danau alami yang memiliki luas lahan 27,5 ha.
2.7
Kondisi Umum Lokasi Praktik Umum
Kebun belimbing manis terletak pada blok A1 dan A2 yang masing-masing luasnya sebesar 1.5 Ha (Gambar 1). Tanah pada blok A1 memiliki pH sebesar 5.3–5.8, kondisi tanah termasuk kering pada rentang kelembaban 1–10, suhu udara 34.5–35.6 °C, intensitas cahaya matahari 1053–1811 lux, serta kelembaban udara 53.9–66.5 %. Blok A2 memiliki pH tanah 5.6–6.2, kondisi tanah termasuk
14
sedang hingga lembab pada rentang kelembaban 1–10, suhu udara 33.6–37.4 °C, intensitas cahaya matahari 1152–1328 lux, dan kelembaban udara 57.8–70.4 % (Ula, 2016).
Pada blok A1 terdapat 9 varietas belimbing manis yang dibudidayakan, diantaranya Filipin, Penang, Dewi, Taiwan, Paris, Welahan, Malaya, Demak Kapur, dan Demak Jingga. Sedangkan pada blok A2 terdapat 7 varietas belimbing manis, diantaranya yaitu Wulan, Bangkok, B17, Wijaya, Demak Kunir, dan Sembiring. Selain itu juga terdapat tanaman belimbing manis yang dikoleksi di luar kedua blok tersebut. Diantara banyaknya varietas yang dikoleksi oleh TBM, varietas Malaya, Wulan dan Sembiring yang menjadi unggulan pihak TBM.
Gambar 1. Lokasi kebun belimbing di Taman Buah Mekarsari.
III.
3.1
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
Hasil
3.1.1 Pemeliharaan tanaman belimbing
Pemeliharaan tanaman diperlukan untuk meningkatkan produksi tanaman belimbing, pihak TBM melakukan beberapa cara dalam kegiatan pemeliharaan diantaranya yaitu:
3.1.1.1 Penyiraman
Penyiraman merupakan kegiatan pemberian air terhadap tanaman agar ketersediaan air di dalam tanah tetap tersedia sehingga memudahkan akar dalam menyerap unsur hara, dikarenakan buah belimbing memiliki kandungan air yang cukup tinggi, maka ketersediaan air mutlak diperlukan agar pertumbuhan buah menjadi baik.
Penyiraman dilakukan pada pagi hari dan sore hari dengan interval waktu 2-3 hari pada musim kemarau. Tanaman belimbing memiliki perakaran yang dangkal,
16
sehingga akar tidak mampu mengambil air pada tanah yang dalam. Sedangkan pada musim hujan memerlukan drainase tanah yang baik agar perakaran tidak terjadi penggenangan.
Gambar 2. Penyiraman tanaman menggunakan selang panjang.
Air yang digunakan berasal dari air tanah dengan bantuan mesim pompa yang dialirkan melalui selang panjang ke setiap tanaman. Penyiraman dilakukan sekitar 5 menit dengan volume penyiraman 10-30 L/pohon (Gambar 2).
3.1.1.2 Pemangkasan
Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan perawatan tanaman. Pemangkasan dilakukan pada bagian vegetatif khususnya tunas air, percabangan yang tidak beraturan atau tumpang-tindih satu sama lain dan terserang hama dan penyakit (Gambar 3). Pemangkasan dilakukan setelah tanaman panen untuk merangsang pembentukan bunga sehingga dapat memproduksi buah kembali pemangkasan juga dapat mempermudah dalam kegiatan perawatan tanaman dan pembungkusan buah.
17
a
b a
Gambar 3. Perawakan tanaman, (a) tajuk tanaman sebelum pemangkasan; (b) tajuk tanaman setelah pemangkasan.
3.1.1.3 Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan pemberian unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Selama kegiatan, pemupukan yang dilakukan yaitu pada tahap tanaman memasuki fase generatif (pembungaan dan pembuahan), pupuk yang digunakan merupakan pupuk anorganik berupa KCl dengan dosis 500 gram/pohon serta SP-36 dengan dosis 500 gram/pohon.
Pemupukan dilakukan sebanyak 3 bulan sekali dalam setahun. Dalam pengaplikasiannya, diperlukan kegiatan penyiangan terlebih dahulu pada sekitar piringan tanaman dengan jari-jari 1-1,5 m. Kemudian dilakukan penggalian berbentuk lingkaran pada piringan untuk penaburan pupuk (Gambar 4), setelah itu pupuk tersebut ditimbun dengan tanah kembali atau serasah tanaman dan dilakukan penyiraman yang bertujuan agar pupuk tersebut dapat larut dan mudah diserap oleh tanaman.
18
Gambar 4. Aplikasi pupuk KCl dan SP-36 pada sekitar piringan tanaman.
Selain itu juga dilakukan pemupukan daun (foliar spraying) pada tanaman yang telah dilakukan pemangkasan dan menunjukkan tanda pembentukan kuncup bunga. Pupuk yang digunakan yaitu Gandasil B yang berfungsi untuk merangsang pembentukan bunga. Komposisi yang terkandung pada Gandasil B berupa 6% N total, 20% P2O5, 30% K2O, 1% MgSO4, serta mengandung unsur mikro seperti Mangan (Mn), Boron (B), Tembaga (Cu), Kobal (Co), Seng (Zn) dan beberapa vitamin untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk berbentuk kristal yang mudah larut dalam air dan diaplikasikan bersamaan dengan pengaplikasian insektisida secara penyemprotan ke seluruh permukaan daun tanaman dengan konsentrasi 5 gram/L (Gambar 5).
19
Gambar 5. Aplikasi pupuk daun dengan menggunakan power sprayer.
3.1.1.4 Penjarangan Buah
Salah satu usaha yang dilakukan TBM dalam meningkatkan mutu buah yaitu penjarangan buah. Penjarangan merupakan kegiatan pemetikan pada buah yang tidak sesuai dengan kriteria pembungkusan buah seperti buah yang bengkok atau cacat, pertumbuhan tidak sempurna dan terserang hama dan penyakit. Penjarangan juga dilakukan pada pohon yang memiliki buah yang banyak dan terlalu rapat susunannya. Penjarangan buah dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembungkusan buah.
3.1.2
Pengendalian Hama
Untuk meminimalisir kehilangan hasil pada tanaman belimbing, pihak TBM mengupayakan beberapa cara dalam mengendalikan hama yang menyerang pertanaman belimbing, diantaranya yaitu:
20
3.1.2.1 Pembungkusan Buah
Buah belimbing perlu dilakukan pembungkusan agar buah terhindar dari berbagai hama dan penyakit maupun kerusakan fisik. Hama yang menyerang buah belimbing manis salah satunya adalah lalat buah (Bactrocera spp.). Pembungkusan buah belimbing manis dilakukan pada ukuran buah sebesar ibu jari orang dewasa atau 4-6 cm.
Kegiatan pembungkusan dilakukan menggunakan kertas koran yang dibentuk menyerupai tabung berukuran botol air mineral 1500 ml (Gambar 6a). Buah yang dibungkus pada cabang utama dapat dibungkus sebanyak 3-4 buah, sedangkan pada percabangan yang kecil hanya 1-2 buah saja. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi kompetisi yang dapat terjadi pada buah dan mengurangi resiko patahnya percabangan yang tidak mampu menahan beban dari buah.
Buah yang akan dibungkus merupakan buah yang pertumbuhannya baik, bentuknya tidak cacat dan bebas dari serangan hama (Gambar 6b). Kemudian buah dibungkus dengan kertas koran yang telah dibentuk secara hati-hati (Gambar 6c), kemudian diikat dengan tali plastik pada bagian pangkal buah (Gambar 6d). Buah yang dibungkus sebaiknya terletak di cabang utama atau sekunder. Buah dapat dipanen setelah berumur 60-70 hari sejak pembungkusan tergantung varietas tanamannya.
21
a
b
b
a
a
c b a
d b a
b a
Gambar 6. Proses pembungkusan buah belimbing (a) pembungkus dari kertas koran; (b) buah yang sesuai kriteria pembungkusan buah; (c) buah dibungkus dengan koran; (d) pembungkus diikat dengan tali plastik.
3.1.2.2 Sanitasi Kebun
Dalam praktik budidaya tanaman belimbing, kegiatan sanitasi kebun penting untuk dilakukan. Sanitasi kebun merupakan kegiatan membersihkan sisa-sisa tanaman yang terdapat di sekitar pertanaman. Pembuangan hasil pemangkasan tanaman diharapkan mampu menghilangkan bagian tanaman yang telah terserang oleh hama, sehingga hama tersebut dapat dihilangkan dari areal kebun. Sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa ranting hasil kegiatan pemangkasan maupun buahbuah yang rontok akibat serangan hama. Sisa tanaman diangkut menggunakan
22
gerobak (Gambar 7a) dan dikumpulkan pada tempat tertentu (Gambar 7b), selanjutnya sisa tanaman tersebut diangkut menggunakan truk (Gambar 7c).
a
b
c
c b
b
c
a
b a
c b a
Gambar 7. Kegiatan sanitasi kebun, (a) pengangkutan hasil pemangkasan tanaman; (b) tumpukan cabang hasil pemangkasan tanaman; (c) hasil pemangkasan diangkut menggunakan truk.
Terkadang sisa tanaman dibakar di dalam areal kebun (Gambar 8) sedangkan buah yang rontok dikumpulkan dan ditimbun ke dalam tanah untuk menghilangkan hama dan penyakit yang terdapat pada buah serta dapat menjadi unsur hara tambahan bagi tanaman.
23
Gambar 8.
Pembakaran sisa tanaman di areal kebun.
3.1.2.3 Pemasangan Perangkap
Perangkap yang digunakan oleh pihak TBM yaitu sticky trap dan perangkap atraktan. Pemasangan sticky trap menggunakan botol air mineral 600 ml bekas yang digantungkan pada percabangan tanaman dan permukaan botol dioleskan dengan lem berwarna kuning yang tidak berbau (Gambar 9). Pemasangan dilakukan sejak kegiatan pembungkusan buah sampai waktu panen atau ketika populasi lalat buah tinggi.
Gambar 9.
Sticky trap yang dipasang di percabangan tanaman.
24
Selain sticky trap, pihak TBM juga menggunakan senyawa feromon seks dalam pengendalian hama, khususnya untuk mengendalikan populasi imago lalat buah Bactrocera spp. Senyawa ini dinilai lebih aman dan efektif dalam mengendalikan hama.
Methyl-eugenol dimasukkan ke dalam alat perangkap lalat buah yang terbuat dari botol bekas air mineral berukuran satu liter atau 600 ml. Setiap sisinya dilubangi sebagai pintu masuk bagi lalat buah. Selanjutnya pada mulut botol dimasukkan kawat. Pada ujung kawat yang berada dalam botol diberi kapas yang telah ditetesi methyl-eugenol. Selanjutnya ujung kawat yang berada di luar botol digunakan untuk menggantungkan alat perangkap di dahan pohon (Gambar 10). Jarak pemasangan perangkap umumnya 20 m. Perangkap digantung pada pohon dengan ketinggian 2-3 meter dari permukaan tanah.
Gambar 10. Perangkap atraktan yang dipasang di percabangan tanaman.
25
3.1.2.3 Aplikasi Insektisida Sintetis
Dalam upaya pengendalian hama, pihak TBM melakukan salah satu pengendalian secara kimiawi menggunakan insektisida sintetis. Pengaplikasian insektisida dilakukan bersamaan dengan aplikasi pupuk daun pada pagi hari. Merk dagang yang biasa digunakan yaitu Regent 50 SC dengan bahan aktif fipronil 50 g/L dan Decis 25 EC dengan bahan aktif deltamethrin 25 g/L.
Regent 50 SC merupakan insektisida sistemik, racun kontak dan lambung yang berupa pekatan berwarna putih (Gambar 11a). Mekanisme kerja dari insektisida jenis ini yaitu racun diserap oleh tanaman dan ditranslokasikan ke seluruh jaringan sehingga dapat meracuni hama yang memakan bagian tanaman. Racun juga dapat bereaksi secara langsung apabila mengalami kontak pada permukaan tubuh hama, dan juga dapat meracuni hama apabila hama memakan bagian tanaman yang terdapat racun pada bagian permukaan tanaman tersebut.
Decis 25 EC merupakan insektisida racun kontak dan lambung yang berupa pekatan berwarna kuning (Gambar 11b). Mekanisme kerja dari insektisida ini yaitu apabila racun yang terdapat pada bagian permukaan tanaman dimakan oleh hama, racun akan bereaksi di dalam pencernaan hama dan meracuni hama tersebut. Racun jenis ini juga dapat bereaksi secara langsung apabila mengalami kontak pada permukaan tubuh hama.
Dalam pengaplikasiannya, dosis yang digunakan pada Regent 50 SC yaitu sebanyak 100 ml dan Decis 25 EC sebanyak 125 ml untuk 200 L air. Dalam pengaplikasiannya, digunakan mesin power sprayer sebagai tenaga untuk menyalurkan air dari drum menuju nozzle, dan selang panjang untuk memudahkan dalam menjangkau pohon di dalam areal kebun. Droplet yang dikeluarkan oleh nozzle berbentuk halus dengan volume tinggi dan disemprotkan ke seluruh bagian tanaman.
3.1.3
Panen dan Pascapanen
3.1.3.1 Panen
Panen buah belimbing antarvarietas di TBM memiliki waktu yang tidak seragam, dikarenakan adanya perbedaan waktu dalam hal pematangan buah meskipun tanaman antarvarietas mulai berbuah pada waktu yang sama. Umumnya pihak TBM melakukan kegiatan panen selama tiga bulan sekali. Varietas buah yang dipanen yaitu Sembiring, Malaya dan Wulan saja. Sedangkan varietas lainnya
27
tidak dilakukan panen dan dijadikan sebagai koleksi. Pemanenan dilakukan apabila buah telah berumur 60-70 hari setelah waktu pembungkusan buah.
Ciri-ciri dari buah belimbing yang siap panen selain telah memasuki waktu yang ditentukan, yaitu warna buah yang terlihat kuning atau oranye, tidak terserang hama dan penyakit, fisik buah menarik serta bobot buah yang optimal (±100 gram). Buah yang dipanen terlalu dini menghasilkan buah yang bermutu kurang baik, dikarenakan buah akan terasa kurang manis bahkan masih terdapat rasa pahit dan getas.
Kegiatan panen belimbing manis di TBM dilakukan dengan membuka wahana petik buah. Setiap pengunjung dapat membeli voucher pada loket yang telah disediakan oleh pihak TBM sesuai dengan paket yang tersedia. Pemanenan dilakukan dengan membuka tali serta kertas pembungkus dari buah, dan setiap pengunjung dapat memetik buah belimbing secara langsung dari pohonnya sesuai dengan paket yang dibeli. Selain itu, pemanenan buah juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan buah di Bursa Buah milik pihak TBM.
3.1.3.2 Pascapanen
Kegiatan pascapanen buah belimbing dimulai dari pengumpulan buah di kebun, kemudian dihitung jumlah buah yang berhasil dipanen dalam sehari. Setelah itu buah-buah tersebut diangkut menuju gudang pascapanen. Selanjutnya buah disortir berdasarkan fisiknya, buah yang tidak lolos sortir merupakan buah yang
28
rusak fisik atau terdapat serangan hama dan penyakit. Kemudian buah dilakukan penimbangan dan dilakukan pembersihan pada permukaan buah menggunakan kain bersih.
Buah selanjutnya dikemas menggunakan wadah styrofoam dan dilapisi oleh wrap film, pada setiap kemasan berisi dua buah belimbing. Buah yang telah dikemas dapat langsung dikirim ke bursa buah yang tersebar pada beberapa lokasi di TBM, atau disimpan di gudang pada suhu ruang.
3.1.4
Hama Tanaman Belimbing
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sebanyak l2 spesies dari 10 famili serangga yang ditemukan berasosiasi dengan tanaman belimbing, dimana 1 hama yang diduga tidak menyerang tanaman belimbing, melainkan hanya melakukan aktivitas lainnya di luar oviposisi (Tabel 2). Bagian yang diserang hampir pada seluruh bagian tanaman dengan intensitas serangan yang bervariasi pada tiap blok kebun belimbing.
Tabel 2. Hama yang menyerang tanaman belimbing dan bagian yang diserang Ordo
Bagian yang
Famili
Spesies
Diptera
Tephritidae
Bactrocera dorsalis
Buah
Diptera
Tephritidae
Bactrocera carambolae
Buah
Diptera
Tephritidae
Bactrocera umbrosa
-
Lepidoptera
Pterophoridae
Diacrotricha fasciola
Bunga dan buah
Lepidoptera
Tortricidae
Thaumatotibia leucotreta
Buah
diserang
29
Tabel 2. (lanjutan) Ordo
Bagian yang
Famili
Spesies
Lepidoptera
Psychidae
Clania lewinii
Daun
Lepidoptera
Lymantriidae
Euproctis flexuosa
Buah dan daun
Hemiptera
Aphididae
Toxoptera aurantii
Bunga
Hemiptera
Pseudococcidae
Maconellicoccus hirsutus
Tangkai buah
Hemiptera
Miridae
Helopeltis bradyi
Buah
Coleoptera
Nitidulidae
Carpophilus dimidiatus
Buah
Rhinotermitidae
Coptotermes curvignathus
Batang
Isoptera
diserang
Hama yang terdapat pada tanaman belimbing di TBM ditemukan sebanyak 12 jenis. Jika dilihat berdasarkan tanaman inang pada spesies hama yang ditemukan, beberapa spesies hama yang ditemukan hampir seluruhnya memiliki tanaman inang lain di wilayah TBM (Tabel 3).
Tabel 3. Jenis hama yang ditemukan beserta tanaman inang Spesies
Tanaman inang
Famili
Belimbing
Oxalidaceae
Jambu air
Myrtaceae
Jambu biji
Myrtaceae
Jeruk
Rutaceae
Belimbing
Oxalidaceae
Jambu air
Myrtaceae
Jambu biji
Myrtaceae
Salak
Arecaceae
Sawo duren
Sapotaceae
Jeruk
Rutaceae
Bactrocera umbrosa
Nangka
Moraceae
Diacrotricha fasciola
Belimbing
Oxalidaceae
Bactrocera carambolae
Bactrocera dorsalis
30
Tabel 3. (lanjutan) Spesies
Tanaman inang
Famili
Belimbing
Oxalidaceae
Jeruk pamelo
Rutaceae
Jambu air
Myrtaceae
Lengkeng
Sapindaceae
Belimbing
Oxalidaceae
Kakao
Malvaceae
Nangka
Moraceae
Toxoptera aurantii
Belimbing
Oxalidaceae
Maconellicoccus hirsutus
Belimbing
Oxalidaceae
Jambu biji
Myrtaceae
Kakao
Malvaceae
Jeruk
Rutaceae
Srikaya
Annonaceae
Sirsak
Annonaceae
Belimbing
Oxalidaceae
Mangga
Anacardiaceae
Jambu air
Myrtaceae
Nangka
Moraceae
Belimbing
Oxalidaceae
Salak
Arecaceae
Jambu air
Myrtaceae
Jambu biji
Myrtaceae
Jeruk
Rutaceae
Sirsak
Annonaceae
Sawo duren
Sapotaceae
Cryptotermes curvignathus
Belimbing
Oxalidaceae
Clania lewinii
Belimbing
Oxalidaceae
Thaumatotibia leucotreta
Helopeltis bradyi
Euproctis flexuosa
Carpophilus dimidiatus
31
3.1.4.1 Lalat Buah Bactrocera spp. (Diptera : Tephritidae)
Larva bertipe vermiform dengan warna putih kekuningan (Gambar 12a). Ketika merasa terancam, larva akan melentingkan badannya dari gangguan musuh. Pupa bertipe koarktata berbentuk silinder dengan warna merah-kecoklatan (Gambar 12b). Sedangkan imago berwarna hitam pada bagian thorax dengan beberapa corak berwarna kuning dan memiliki band pada sayap yang bervariasi pada tiap spesies.
a
b a
c Gambar 12. Morfologi pradewasa lalat buah, (a) b larva; (b) pupa. a Imago B. carambolae memiliki spot berwarna hitam pada bagian femur depan, pada abdomen terdapat pola T dengan medial longitudinal dark band melebar dan sudut anterolateral pada terga ke IV berbentuk persegi (Gambar 13a). Imago B. dorsalis memiliki ciri-ciri abdomen terdapat pola T dengan medial longitudinal dark band yang tereduksi (Gambar 13b). Sedangkan pada imago B. umbrosa memiliki ciri 3 band sayap yang melintang ke arah bawah (Gambar 13c).
32
a
b
c
c
a
a
b
c
c
a
b
b
a
a
Gambar 13. Imago lalat buah yang ditemukan pada pertanaman belimbing, (a) B. dorsalis, (b) B. carambolae, (c) B. umbrosa.
Lalat buah Bactrocera spp. merupakan salah satu hama utama pada pertanaman belimbing di TBM, dikarenakan Bactrocera spp. menyebabkan buah terdapat bintik hitam akibat aktivitas oviposisi pada buah (Gambar 14a). Tahap perkembangan yang paling merugikan adalah pada saat fase larva. Larva memakan daging buah, sehingga daging buah menjadi hancur.
a
b
c
a
b
c
a
b a
Gambar 14. Buah yang terserang lalat buah Bactrocera spp., (a) bintik hitam pada buah akibat oviposisi; (b) daging buah hancur akibat aktifitas makan larva.
Buah yang terserang lalat buah akan tampak semburat warna yang berbeda dengan sekelilingnya, ketika buah dibelah akan terlihat adanya belatung (maggot) yang merupakan larva dari lalat buah sehingga menyebabkan tekstur buah yang
33
terserang menjadi lunak akibat kerusakan jaringan (Gambar 14b). Pada umumnya, buah yang telah terinfestasi larva lalat buah Bactrocera spp. cenderung mudah rontok dari tangkai buahnya.
Spesies lalat buah genus Bactrocera yang ditemukan pada pertanaman belimbing diantaranya yaitu B. carambolae, B. dorsalis dan B. umbrosa. Berdasarkan hasil pengamatan dari sampel buah yang terinfestasi lalat buah. Hanya B. carambolae dan B. dorsalis yang terbukti menyerang buah belimbing. Imago B. umbrosa hanya ditemukan pada pertanaman belimbing luar blok yang bersebelahan langsung dengan pertanaman nangka. Kemungkinan imago B. umbrosa tidak menyerang buah belimbing, namun hanya beristirahat dan mencari makan di pertanaman belimbing. Sedangkan B. carambolae dan B. dorsalis dapat ditemukan pada berbagai tanaman buah di TBM.
3.1.4.2 Kepik Pengisap Buah Helopeltis bradyi (Hemiptera : Miridae)
Nimfa berwarna merah kecoklatan dan terdapat embelan menyerupai jarum pada bagian skutelum pada instar akhir dan imago (Gambar 15a). Imago betina berwarna oranye pada bagian thorax sedangkan jantan cenderung berwarna hitam dan berukuran lebih kecil dibandingkan betina dengan bentuk embelan menyerupai jarum yang tegak lurus (Gambar 15b & 15c).
H. bradyi menyerang dengan cara menusukkan stiletnya ke buah dan menghisap cairan pada buah, dari aktivitas makan tersebut terbentuk bercak nekrotik
34
berwarna coklat sampai hitam pada permukaan buah (Gambar 15d). Serangan pada buah muda mengakibatkan buah kering dan rontok, sedangkan serangan pada buah yang tua mengakibatkan buah cacat fisik sehingga tidak dapat dilakukan pembungkusan buah dan dapat menurunkan kualitas buah. Selain menyerang buah belimbing, H. bradyi juga ditemukan menyerang pertanaman lain di TBM seperti kakao (famili Malvaceae) dan nangka (famili Moraceae).
a
b c b a
c
d
a
a
c
c
Gambarb15. a
b Helopeltis bradyi dan gejala serangan, (a) nimfa; (b) imago ♀; (c) imago ♂; (d) bercak nekrotik. a
35
3.1.4.3
Penggerek Buah Thaumatotibia (Cyptophlebia) leucotreta (Lepidoptera: Tortricidae)
Larva bertipe eruciform. Larva instar awal berwarna kuning pucat dan menjadi merah seiring dengan bertambahnya instar (Gambar 16a). Larva T. leucotreta menyerang buah belimbing dengan gejala kerusakan yang khas yaitu terdapat frass yang merupakan serpihan sisa gerekan hasil aktifitas makan di sekitar lubang gerekan (Gambar 16c). Jika buah dibelah tampak jalur gerekan dari larva T. leucotreta (Gambar 16d), jalur gerekan dapat mencapai ke bagian tengah buah, dan terkadang sebagian biji juga dimakan oleh larva.
b
a
c
a Thaumatotibia leucotreta dan gejala serangan, (a) larva; (b) pupa; (c) frass pada bagian luar lubang gerekan; (d) jalur gerekan pada a buah. daging a
Gambar 16.
d
a
36
Pupa bertipe obtekta (Gambar 16b). Buah yang telah digerek dapat mengundang hama sekunder untuk menyerang buah. Selain di buah belimbing, T. leucotreta juga ditemukan menyerang tanaman lain di TBM seperti lengkeng (famili Sapindaceae), jambu air (famili Myrtaceae), dan jeruk (famili Rutaceae).
3.1.4.4 Penggerek Bunga Diacrotricha fasciola (Lepidoptera: Pterophoridae)
Larva bertipe eruciform. Larva memiliki duri-duri halus pendek. Larva instar awal D. fasciola berwarna merah (Gambar 17a) dan pada instar akhir berwarna kehijauan (Gambar 17b). Larva instar awal menggerek bunga yang masih kuncup, sehingga mengakibatkan bunga menjadi kering dan rontok (Gambar 17f). Terkadang larva ini juga memakan bagian mahkota bunga sehingga mahkota bunga menjadi berlubang (Gambar 17e). Sedangkan pada larva instar akhir dapat menyerang daun dan buah (Gambar 17b).
Menjelang masa pra-pupa, tubuh larva berwarna hijau kekuningan. Fase pupa berwarna hijau kecoklatan sampai coklat gelap. Pupa bertipe obtekta. Larva mengeluarkan sutra dan dengan sutra tersebut bagian ujung abdomen ditempelkan pada bagian bawah daun belimbing tua (Gambar 17c).
Imago D. fasciola biasa beristirahat pada bagian tanaman yang ternaungi seperti di balik daun, bunga atau buah yang terlindungi dari sinar matahari langsung. Imago berwarna putih kecoklatan dengan posisi sayap melintang pada waktu
37
istirahat. Imago lebih banyak hinggap pada bagian bawah daun dan saat istirahat dengan tungkai bagian belakang terangkat ke atas (Gambar 17d).
a c
b a c
c a
b
a
c
a
c
b
b
a
a d Gambar 17.
3.1.4.5
e
f
a a a Fase perkembangan dan gejala serangan c c Diacrotricha fasciola, c(a) Larva menyerang bunga; (b) larva sedang melubangi buah; (c) pupa; (d)b imago; (e) mahkota bungabberlubang; (f) bunga yang b kering dan a rontok. a a
Kutudaun Hitam Toxoptera aurantii (Hemiptera : Aphididae)
Kutudaun yang ditemukan terdapat 2 bentuk, yaitu kutudaun bersayap dan tidak bersayap. Serangga pradewasa berwarna kecoklatan. Kutudaun bersayap memiliki abdomen berwarna coklat gelap hampir hitam. Pada tanaman belimbing kutudaun ini hidup pada bagian bunga (Gambar 18a).
38
Serangan T. aurantii menyebabkan bunga menjadi kering dan rontok akibat cairan pada bagian bunga dihisap, selain itu honeydew yang dihasilkan oleh T. auranti menyebabkan munculnya embun jelaga pada bunga, sehingga dapat meningkatkan kerusakan pada bunga (Gambar 18b).
a b c b
b c b
c
c
b
b
a
a Gambar 18. Kutudaun Toxoptera aurantii dan gejala serangan, (a) koloni T. aurantii; (b) bunga rontok dan terserang cendawan.
3.1.4.6
Kutu Putih Maconellicoccus hirsutus (Hemiptera : Pseudococcidae)
Tubuh berwarna merah muda dengan diselimuti oleh lapisan senyawa lilin. Kutu putih menyerang pada bagian tangkai buah maupun pangkal buah (Gambar 19). Kutu putih berasosiasi dengan berbagai jenis semut seperti semut rangrang (Oecophylla smaragdina) maupun semut hitam (Dolichoderus sp.)
Kutu putih M. hirsutus menyerang tanaman belimbing dengan cara menusukkan stiletnya ke bagian tanaman dan menghisap cairan tanaman. Aktivitas makan dari M. hirsutus mampu menyebabkan kerusakan pada jaringan sehingga buah mudah lepas dari tangkai buah apabila M. hirsutus menyerang pada bagian pangkal buah
39
dan tangkai buah mudah lepas dari percabangan apabila M. hirsutus menyerang pada bagian tangkai buah.
Gambar 19.
Maconellicoccus hirsutus menyerang bagian pangkal buah dan tangkai buah belimbing.
Selain tanaman belimbung, M. hirsutus juga ditemukan menyerang tanaman lain di TBM seperti srikaya (famili Annonaceae), sirsak (famili Annonaceae), jeruk (famili Rutaceae), jambu biji (famili Myrtaceae), dan kakao (famili Malvaceae).
Telur diletakkan secara berkelompok pada daun atau buah dan diselimuti oleh material khusus berwarna kekuningan untuk melindungi telur dari serangan musuh alami (Gambar 20a). Larva bertipe eruciform. Neonates berwarna kuning kecoklatan dengan bagian kepala berwarna hitam dan terdapat duri-duri yang masih halus (Gambar 20b). Larva instar lanjut memiliki warna merah muda pada bagian kepala, tungkai dan bagian sisi ventral. Rambut atau duri berwarna putih
40
keabu-abuan yang tersebar pada bagian dorsal tubuh. Pada bagian dorsal terdapat 2 garis kuning dan diantara garis tersebut terdapat garis berwarna merah muda. Pada ruas ke IV dan V terdapat bagian yang membesar dan menonjol (Gambar 20c).
a b
b a b
c a
c b
c b
c b a Gambar 20.
a b c b
c
b c b
c b
b a Tahap perkembangan Euproctis flexuosa, (a) telur, (b) larva yang baru menetas, (c) larva instar lanjut. a
Instar awal ulat bulu belum menyebar ke seluruh bagian tanaman atau masih bersifat gregarious. Posisi kepala cenderung tertutup bagian dorsal tubuh dan memiliki ciri khas pada ruas ke IV dan V sedikit terangkat.
Ulat menyerang bagian daun dan buah belimbing. Namun selama pengamatan, ulat bulu E. flexuosa lebih sering ditemukan menyerang bagian buah, baik buah belimbing yang berumur beberapa minggu maupun buah belimbing yang hampir matang. Serangan pada buah belimbing mengakibatkan buah menjadi berlubang atau terkikis pada bagian pinggir dari juring buah, sedangkan serangan pada daun menyebabkan daun menjadi rusak. Selain menyerang tanaman belimbing, E. flexuosa juga ditemukan menyerang tanaman lain di TBM seperti mangga (famili Anacardiaceae), jambu air (famili Myrtaceae) dan Nangka (famili Moraceae).
Kumbang C. dimidiatus lebih dikenal sebagai hama pascapanen atau hama penyimpanan. Ciri khas dari kumbang ini yaitu elytra yang tidak menutup beberapa ruas abdomen (Gambar 21). Pada pertanaman belimbing di lapangan, C. dimidiatus merupakan hama sekunder. C. dimidiatus cenderung menyerang buah yang rusak atau sudah terlebih dahulu terserang oleh hama lain, khususnya pada hama yang membuat lubang gerekan pada buah seperti T. leucotreta.
Gambar 21. Imago Carpophilus dimidiatus pada permukaan buah belimbing.
Selain menyerang buah belimbing, C. dimidiatus juga ditemukan menyerang tanaman lain seperti sirsak (famili Annonaceae), jeruk (famili Rutaceae), jambu air (famili Myrtaceae), Salak (famili Arecaceae), sawo duren (famili Sapotaceae), dan jambu biji (famili Myrtaceae).
Rayap hidup secara berkoloni. Rayap lebih sering ditemukan pada pertanaman belimbing yang kurang terawat, dimana tajuk pertanaman yang rapat antartanaman sehingga kurangnya cahaya matahari yang mengenai permukaan tanah. C. curvignathus membentuk sarang dan jalur kembara berbentuk terowongan di dalam tanah maupun di batang, jalur-jalur tersebut terbentuk dari tanah liat (Gambar 22b). Di dalam jalur kembara maupun sarang mudah ditemukan rayap kasta prajurit dan pekerja (Gambar 22a). Rayap kasta prajurit akan mengeluarkan cairan berwarna putih melalui mulutnya ketika diganggu dan cairan tersebut akan berangsur-angur mengental.
b
c
c b
c b
c
c
c
b
b
b
a
a
a b c b
a Gambar 22.
Rayap dan gejala kerusakan, (a) rayap kasta pekerja; (b) jalur lalu lintas rayap di dalam batang; (c) kerusakan pada batang.
Tanaman yang terserang C. curvignathus akan mengalami kerusakan pada bagian batang, dan bila kerusakannya sudah tinggi mampu mematikan percabangan maupun tanaman belimbing karena bagian dalam batang habis dimakan oleh rayap (Gambar 22c).
Larva C. lewinii bertipe eruciform dan menghabiskan hidupnya di dalam kantung yang terbuat dari sutra, kantung sutra tersebut dibungkus dengan ranting-ranting belimbing untuk membungkus kantung sutranya tersebut (Gambar 23). Kantung sutra tersebut akan semakin besar seiring bertambahnya instar.
Gambar 23. Kantung sutra Clania lewinii pada percabangan belimbing.
Larva C. lewinii terdapat pada cabang, daun dan batang tanaman belimbing. Ulat bergerak dan makan dengan mengeluarkan bagian kepalanya ke luar kantung. Ulat memakan bagian epidermis bawah daun, sehingga menyebabkan terbentuknya window panning pada daun, kemudian bagian epidermis atas yang tidak dimakan akan mengering dan menjadi terlihat berlubang.
3.1.5
Musuh Alami Hama
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat keberadaan serangga yang diduga berperan sebagai musuh alami dari hama, diantaranya yaitu keberadaan pupa yang
44
terdapat di dalam kantung sutera dari ulat kantung C. lewinii (Gambar 25a). Kemudian pupa tersebut dipindahkan ke dalam botol plastik untuk diidentifikasi ketika keluar dari pupa, dan diketahui bahwa pupa tersebut merupakan parasitoid dari ordo Hymenoptera. Parasitoid lain juga banyak ditemukan di sekitar pertanaman belimbing yang ditemukan dalam bentuk pupa, seperti pupa dari parasitoid famili Ichneumonidae (Gambar 25b). Selain parasitoid, juga ditemukan berbagai predator seperti larva lalat Syrphid (Hover flies) (Gambar 25c) dan kumbang koksi predator (Gambar 25d) yang secara aktif memakan kutudaun T. aurantii di pertanaman belimbing, walang sembah (Gambar 25e), semut yang banyak terdapat di sekitar sarang rayap (Gambar 25f), laba-laba pemburu yang aktif menyerang larva maupun imago D. fasciola (Gambar 25g) dan hewan dari golongan vertebrata (Gambar 25h).
a
b
c
d
a
e
f
g
h
a
Gambar 24.
Musuh alami hama tanaman belimbing, (a) pupa parasitoid yang menyerang ulat kantung; (b) pupa parasitoid di pertanaman; (c) larva lalat Syrphid; (d) kumbang koksi predator; (e) walang sembah; (f) semut; (g) laba-laba pemburu; (h) vertebrata predator. a
45
3.2
Pembahasan
Berdasarkan daya rusak dan populasi dari beberapa hama yang ditemukan selama pengamatan, maka ditentukan 6 spesies serangga herbivora yang akan dibahas secara lanjut dikarenakan potensinya dalam meningkatkan kehilangan hasil pada tanaman belimbing di TBM, diantaranya yaitu:
3.2.1 Lalat Buah Bactrocera carambolae dan Bactrocera dorsalis (Diptera : Tephritidae)
Lalat buah mengalami metamorfosis sempurna atau dikenal dengan holometabola. Perkembangan holometabola memiliki 4 fase metamorfosis, yaitu telur, larva, pupa dan imago (Vijaysegaran & Drew, 2006). Lalat buah umumnya memiliki ukuran panjang kisaran 1–1.2 mm dan lebar 0.21 mm (Siwi et al., 2006). Lalat buah betina dapat meletakkan telur 1- 40 butir per hari dan dapat meletakkan telur berkisar antara 100-500 butir (Sodiq, 1992 dalam Siwi, 2005). Menurut Vijaysegaran & Drew (2006), satu ekor betina B. dorsalis dapat menghasilkan telur 1200 - 1500 butir. Telur diletakkan secara berkelompok dan menetas dalam kisaran 2–3 hari (Siwi et al., 2006). Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah. Telur-telur diletakkan pada buah di tempat yang terlindung dan tidak terkena sinar matahari langsung serta pada buah-buah yang agak lunak dan permukaannya agak kasar (Siwi et al., 2005). Dari kegiatan oviposisi tersebut menyebabkan terbentuknya bercak hitam pada permukaan buah (Ginting, 2009).
46
Larva terdiri atas 3 instar. Perubahan instar larva ditandai dengan perubahan ukuran dan warna larva. Lama stadia larva berkisar antara 5–9 hari dengan ratarata 7 hari (Siwi et al., 2006). Larva hidup dan berkembang di dalam daging buah dan mendapatkan nutrisi dengan cara merusak daging buah (Sarjan et al., 2010). Larva membuat lubang di dalam buah sehingga mempermudah masuknya bakteri dan cendawan (Siwi et al., 2006). Lalat buah hidup bersimbiosis mutualisme dengan bakteri. Bakteri ini membantu proses pencernaan dan penguraian jaringan inang agar mudah dimanfaatkan oleh larva lalat buah. Bakteri pada lalat buah hidup pada dinding saluran telur, tembolok, dan usus (Putra & Suputa, 2013). Selain itu larva juga mengeluarkan enzim perusak atau pencerna saat melakukan aktifitas makan, enzim tersebut berfungsi melunakkan daging buah dengan cara mempercepat pembusukan sehingga mudah untuk dimakan dan dicerna oleh larva (Plant Health Australia, 2016). Proses pembusukan tersebut menyebabkan terlihat adanya semburat warna yang berbeda dari bagian buah lainnya dan ketika buah belimbing dibelah akan terlihat daging buah yang hancur. Dari aktivitas makan larva di dalam jaringan buah tersebut dapat memicu datangnya hama sekunder seperti lalat Drosophilla (Sodiq, 1999), Carpophilus dimidiatus maupun serangga pengurai lain. Hal ini mengakibatkan kerusakan buah menjadi lebih tinggi.
Pada instar III menjelang pupa, larva akan keluar dari dalam buah melalui lubang kecil (Djatmiadi & Djatnika, 2001). Sebagian besar spesies dari lalat buah membentuk puparium di dalam tanah (Siwi et al., 2006). Ukuran panjang dari pupa lalat buah mencapai ±4.80 mm dan lebar ± 2 mm. Pupa awalnya berwarna
47
putih, kemudian berubah menjadi kekuningan dan pada akhirnya berwarna merah kecoklatan (Plant Health Australia, 2016).
Lama stadia imago berkisar antara 2–3 minggu. Imago betina pada umumnya memiliki lama hidup lebih lama dibandingkan dengan imago jantan. Seekor imago betina dapat hidup berkisar antara 23–27 hari, sedangkan imago jantan berkisar antara 13–15 hari (Siwi et al., 2006).
B. carambolae
B. dorsalis
g f
a
b
b
b
c b
c
c b
c b
c b
b
a
b
e c b bd c b
ab c
h c b
b h c
a c
b
b
a Gambar 25. Perbedaan morfologi lalat buah b spesies B. carambolae dan B. c overlapping; (c) dorsalis, (a) spot pada femurcdepan; (b) pita kostal c a pembuluh anal sempit; (d) corak b tereduksi; (e) b T pada abdomen skutum hitam; (f) lateral b postsutural vittae sejajar hingga seta; (g) a a sejajar R2+3 (Plant tibia depan hitam; (h) pita kostal Health a Australia, 2016). c b
c b
c b
Perbedaan morfologi antara imago B. carambolae dan B. dorsalis (Gambar 25) dapat dilihat dari costal band pada sayap, corak T pada abdomen, warna khusus pada tungkai, dan lateral postsutural vittae pada toraks. Costal band pada sayap B. carambolae tumpang tindih terhadap R2+3, sedangkan costal band pada sayap B. dorsalis yaitu terletak sejajar atau melewati R2+3 (Tariyani et al., 2013). T abdomen pada B. dorsalis terlihat lebih sempit atau tereduksi dibandingkan T abdomen pada B. carambolae. Ciri khusus yang dimiliki oleh B. carambolae yaitu
48
adanya spot berwarna hitam pada bagian femur depan, sedangkan B. dorsalis tidak memilikinya. Lateral postsutural vittae pada toraks B. dorsalis cenderung lebih sejajar hingga seta, sedangkan lateral postsutural vittae pada B. carambolae terlihat melebar atau tidak sejajar (Drew & Romig, 2013).
B. carambolae dan B. dorsalis merupakan spesies lalat buah yang paling banyak ditemukan (Muryati et al., 2007). Hal ini disebabkan tanaman inang kedua spesies tersebut tersedia sepanjang waktu di wilayah TBM. Inang tersebut antara lain jambu biji, jambu air, belimbing dan jeruk. Menurut Murad (2004) bahwa jumlah populasi spesies lalat buah pada suatu areal pertanaman akan selalu dipengaruhi oleh keadaan vegetasi tanaman dan ketersediaan buah-buahan disekitar tempat pengamatan, semakin tinggi keanekaragaman vegetasi mampu meningkatkan peluang untuk dapat menemukan populasi lalat buah. Pada lokasi pengamatan, keberadaan tanaman buah sangat melimpah, selain itu pertanaman belimbing di luar blok yang tidak dilakukan perawatan semakin memungkinkan bagi lalat buah untuk mendapatkan makanannya.
Tingkat kematangan buah memiliki pengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Buah yang lebih matang lebih disukai oleh lalat buah betina untuk meletakkan telur daripada buah yang masih muda (Siwi et al., 2006). Menurut hasil penilitian Ula (2016) di kebun belimbing TBM, Varietas Wulan merupakan varietas yang memiliki waktu panen lebih cepat dibandingkan varietas lainnya berdasarkan hari setelah bunga mekar (hsm) dengan kisaran waktu 68–84 (hsm), diikuti oleh Varietas Sembiring (69–74 hsm), Paris (69–98 hsm), Bangkok (71–90 hsm), B17
49
(72–85 hsm), Malaya (78–95 hsm), Demak Jingga (80–85 hsm), dan Demak Kapur (92–111) (Tabel 4).
Tabel 4. Usia panen beberapa varietas belimbing manis di TBM Varietas
Usia panen (hsm)
Wulan
68-84
Sembiring
69-74
Paris
69-98
Bangkok
71-90
B17
72-85
Malaya
78-95
Demak Jingga
80-85
Demak Kapur
92-111
Sumber: Ula (2016)
Berdasarkan usia panen tersebut menunjukkan tingkat kematangan buah yang berbeda-beda pada kebun belimbing TBM, selain itu menurut CPPQSD (2004) pembentukan bunga belimbing dapat terjadi sepanjang tahun. Kondisi tersebut mengakibatkan keberadaan buah akan selalu tersedia, sehingga semakin menciptakan kondisi yang sesuai bagi lalat buah dikarenakan sumber makanan relatif selalu tersedia. Apabila ketersediaan inang pada salah satu tanaman tidak tercukupi, lalat buah dapat pindah ke lokasi pertanaman inang lainnya di wilayah TBM untuk melanjutkan generasinya yang menyebabkan siklus hidup dari lalat buah tidak terputus.
Suhu udara adalah faktor yang memengaruhi laju perkembangan dan menentukan fluktuasi populasi stadia lalat buah yang masih muda, serta berpengaruh secara
50
signifikan terhadap aktivitas populasi seluruh stadia lalat buah (Chen & Ye, 2007). Menurut Soesilohadi (2002), kelimpahan populasi lalat buah memiliki korelasi positif terhadap suhu udara di lokasi. Berdasarkan data iklim di wilayah Kabupaten Bogor, TBM memiliki potensi kelimpahan lalat buah yang tinggi dimana iklim di lokasi tersebut memenuhi kriteria perkembangan lalat buah dengan rata-rata suhu udara, rata-rata suhu minimum, rata-rata suhu maksimum, suhu minimum per hari dan suhu maksimum per hari (oC) berturut-turut sebesar 21.36, 20.4, 22.8, 16.4, dan 28.4 terhitung sejak Bulan Juli-Agustus 2017. Hal ini didukung oleh Landolt & Quilici (1996) yang menyatakan bahwa lalat buah dapat hidup dan berkembang dengan baik pada suhu udara berkisar antara 10–30 ºC.
Kelimpahan lalat buah dengan curah hujan memiliki hubungan yang saling berkaitan (Aluja et al., 2001). Dimana curah hujan akan memengaruhi kelembaban tanah yang memiliki hubungan dengan peluang kemunculan imago lalat buah. Hal ini karena puparium lalat buah berada di dalam tanah (Putra & Suputa, 2013). Kelembaban tanah yang rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan meningkatkan mortalitas imago yang baru keluar dari pupa, selain itu kelembaban lingkungan memengaruhi kondisi air di dalam tubuh imago, kelangsungan hidup dan lama stadia larva, serta keberhasilan munculnya imago dari pupa (Duyck et al., 2006). Berdasarkan data kelembaban rata-rata harian wilayah Kabupaten Bogor sejak Bulan Juli-Agustus 2017 memiliki kelembaban rata-rata sebesar 82.9%, dengan kelembaban minimum dan maksimum sebesar 63% dan 94%. Kondisi tersebut dianggap sesuai untuk mendukung keberlangsungan hidup dari lalat buah. Dikarenakan kelembaban optimum
51
perkembangan lalat buah berkisar antara 70–80% dan lalat buah dapat hidup baik pada kelembapan udara antara 62 –90% (Landolt & Quilici, 1996). Sedangkan kelembaban tanah yang optimal bagi kehidupan pupa lalat buah berkisar antara 80-90% (Sodiq, 2004)
Hama ini mengalami metamorfosis paurometabola. Nimfa H. bradyi terdiri atas lima instar. H. bradyi mirip dengan H. antonii, namun yang membedakan terletak pada bagian antena dan femur tungkai belakang (Stonedahl, 1991). Menurut Cempaka (2015), spesies H. bradyi memiliki ciri warna femur kuning atau putih pada bagian basal, dilanjutkan dengan warna hitam pada bagian distal, bentuk jarum terdapat dua variasi yaitu ujung yang membulat dan segitiga dengan arah jarum yang miring dan lurus. Spesies ini memiliki warna jarum kuning pada bagian basal dan warna cokelat pada bagian distal. H. bradyi jantan memiliki panjang 5.5 – 6.9 mm, warna keseluruhan menyerupai H. antonii kecuali pada bagian pronotum berwarna hitam kecoklatan. H. bradyi betina tubuhnya lebih panjang daripada jantan, yaitu 6.6 –8.6 mm dan warnanya sama dengan jantan, kecuali pada bagian dekat pronotum berwarna merah kecoklatan (Stonedahl, 1991). Imago betina dapat menghasilkan 4–10 telur per hari, dan inkubasi telur selama 5 – 7 hari (Rustam et al., 2014).
Imago betina pada umumnya memiliki ukuran yang lebih besar daripada jantan dengan panjang rata-rata tubuh dari kepala sampai sayap sebesar 6.50 mm pada
52
jantan dan 7.75 mm pada betina (Melina et al., 2016). Antena lebih panjang daripada panjang tubuh. Warna jantan lebih gelap dibandingkan warna betina.
Imago betina dapat meletakkan telur berkisar antara 45-336 butir dengan lama waktu menetas berkisar antara 9-44 hari. Telur diletakkan secara berkelompok maupun satu-persatu (Melina et al., 2016). Telur diletakkan dalam jaringan muda sehingga pada saat menetas, nimfa dapat menemukan makanannya secara langsung. Telur memiliki dua helai benang berwarna putih dengan panjang berbeda yang muncul pada permukaan bagian tanaman tempat telur diletakkan (Wiratno et al., 1996).
Nimfa mengalami 5 kali ganti kulit (moulting). Pergantian kulit pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima berturut-turut yaitu 2, 3, 2.5, 2.5 dan 3 hari. (Kilin & Atmadja, 2000). Menurut Pratiwi (2016), nimfa memiliki warna tubuh cokelat bening sampai cokelat tua seiring bertambahnya instar. Nimfa memiliki sifat kurang aktif bergerak karena belum memiliki sayap. Apabila merasa terganngu nimfa akan bersembunyi di balik batang, daun atau bagian-bagian terlindung lainnya. Potensi kerusakan yang ditimbukan oleh instar lanjut lebih tinggi dibandingkan instar muda (Pratiwi, 2016).
H. bradyi merupakan hama polifag yang menyerang beberapa tanaman budidaya lain selain belimbing, seperti tanaman kakao, teh, jeruk, kopi, kina, gadung, jambu mente, akasia, murbei, alpukat dan juga ditemukan menyerang gulma Melastoma sp., Clidemia hirta, dan Mikania sp. (Srikumar & Bhat, 2012; Rustam et al., 2014;
53
Stonedahl, 1991; Cempaka, 2015). Umumnya Helopeltis sp. dapat hidup pada berbagai tanaman inang, terutama pada tanaman yang memiliki kadar air yang tinggi (Sudarmadji, 1979). H. bradyi tersebar di India Selatan, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, dan Singapura (Stonedahl, 1991).
Perkembangan hama ini sangat cepat dan populasinya tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Populasi H. antonii mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu. Populasi terendah terjadi pada akhir musim kering dan awal musim hujan, sedang selama musim hujan populasinya meningkat. (Karmawati, 2006). Hal tersebut dikarenakan populasi H. bradyi dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti kelembaban.
Kepik ini menyerang tanaman dengan mengisap cairan buah sehingga menimbulkan bentuk buah yang abnormal (Atmadja, 2003). Hal itu terlihat dari penampakan buah belimbing yang menjadi mengkerut akibat aktifitas makan H. bradyi, khususnya pada buah yang masih muda. Serangan berat pada buah muda menyebabkan buah menjadi kering dan rontok.
Akibat tusukan saat aktivitas makan oleh hama ini menyebabkan terbentuknya bercak nekrotik pada buah. Menurut Indriati & Soesanthy (2014) saat aktivitas makan hama ini mengeluarkan air liur yang beracun menyebabkan kerusakan di sekitar jaringan tanaman yang ditusuknya. Komposisi kimia air liur hama ini penting untuk memanfaatkan cairan tanaman inang dan detoksifikasi senyawa kimia yang dikeluarkan tanaman. Menurut Sarker & Mukhopadhyay (2006),
54
Helopeltis memiliki enzim hidrolitik dan oksidoreduktase di dalam kelenjar ludah dan pada perut bagian tengah (midgut). Kedua tipe enzim tersebut berkaitan dengan extra-oral digestion dan pertahanan (Indriati & Soesanthy, 2014). Hal ini yang menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan dan fitotoksik pada buah.
Hama ini mudah ditemukan pada pertanaman belimbing yang tidak dilakukan pemangkasan seperti pada pertanaman belimbing di luar blok. Menurut Kalshoven (1981), kepik Helopeltis peka terhadap sinar matahari langsung. Oleh sebab itu serangga ini menyukai lingkungan yang teduh dan kelembapan yang sedang, dimana kondisi pertanaman yang rimbun dan kotor merupakan tempat yang disukai hama ini (Karmawati, 2006).
3.2.3 Penggerek buah Thaumatotibia (Cryptophlebia) leucotreta (Lepidoptera : Tortricidae)
Imago betina meletakkan telur secara satu persatu maupun kelompok kecil pada permukaan buah yang halus, dengan jumlah telur yang diproduksi berkisar 87-456 butir telur dan mampu mencapai 799 butir selama hidupnya (Daiber, 1980). Telur T. leucotreta berbentuk oval, ramping dengan panjang kisaran 0.9–1 mm, dan berwarna keputihan, (Grove et al. 1999). Lama stadia telur bervariasi tergantung pada kondisi suhu, berdasarkan laporan Daiber (1979a), stadia telur berlangsung selama 14.5, 9.8 dan 5.1 hari pada suhu 15, 20 dan 25 oC berturut-turut. Selain itu, kelembaban udara juga memengaruhi lama stadia telur (Tabel 5).
55
Tabel 5. Pengaruh kondisi suhu dan kelembaban terhadap lama stadia telur T. leucotreta Suhu (oC)
Lama stadia telur (hari)
95±5%
10
-
70±10%
15
14.5
60±10%
20
9.8
55±10%
25
5.1
Kelembaban
Sumber: Daiber (1979a)
Larva terdiri atas lima instar. Larva yang baru menetas berwarna putih krem dengan titik hitam kecil di sisi lateral tubuhnya dan kepala berwarna coklat kehitaman. Larva instar 1 – 5 berwarna merah muda sampai merah dan memudar pada bagian sisi samping. Bagian bawah tubuh berwarna kekuningan dengan kepala berwarna merah terang dan pronotum berwarna coklat kekuningan (CPC, 2004). Larva yang baru menetas akan masuk ke dalam buah melalui kulit buah, di luar lubang gerekan ditandai dengan adanya frass dan terjadi perubahan pada kulit buah (Stibick et al., 2006). Pada buah belimbing yang terserang T. leucotreta di TBM umumnya ditemukan 1 larva yang berada pada buah, namun terlihat adanya beberapa lubang gerekan yang ditandai dengan frass pada permukaan kulit buah yang menandakan bahwa buah tidak hanya diserang oleh seekor larva saja. Hal tersebut dijelaskan oleh Stibick et al. (2006) yang menyatakan bahwa umumnya hanya 1 ekor larva yang berhasil sintas per buah, namun maksimum terdapat 3 larva yang pernah tercatat per buah. Kemungkin hal tersebut terjadi dikarenakan adanya kompetisi antarlarva pada buah.
56
Larva mampu menyebabkan kerusakan yang signifikan dengan cara memakan bagian buah secara langsung. Larva membuat gerekan di dalam buah. Larva instar awal menggerek dekat permukaan buah, sedangkan larva instar lanjut dapat menggerek sampai bagian tengah buah (Stibick et al., 2006), gerekan instar lanjut pada buah belimbing dapat mencapai bagian biji buah. Berdasarkan laporan Gilligan et al., (2011), serangan larva di dalam buah jeruk dapat menyebabkan pemasakan buah yang prematur dan menyebabkan buah rontok sebelum waktunya dikarenakan adanya serangan sekunder berupa infeksi cendawan dan bakteri. Hal ini juga terjadi pada buah belimbing, buah belimbing yang telah terserang T. leucotreta menunjukkan penampakan warna buah yang kuning pucat meskipun buah tersebut berukuran kecil atau belum memasuki waktu masak dan bahkan buah belimbing yang telah terserang T. leucotrea menjadi lebih mudah rontok.
Terdapat korelasi yang positif antara suhu dengan lama stadia larva. Berdasarkan hasil penelitian Daiber (1979b), lama stadia larva akan semakin cepat seiring tercapainya suhu optimum, tahap perkembangan larva yang paling cepat terjadi pada awal instar IV dan perkembangan paling lambat terjadi akhir instar V menjelang prepupa. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat di Tabel 6, sedangkan perkembangan larva terhambat pada suhu rendah antara 3-7 oC (Boardman et al., 2011) dan suhu tinggi letal (mortalitas 50%) kisaran 38-45 oC selama 2-2.5 jam (Johnson & Neven, 2010).
57
Tabel 6. Pengaruh kondisi suhu terhadap lama stadia larva T. leucotreta Suhu (oC)
Lama stadia larva (hari)
15
46.6
20
18.8
25
11.6
Sumber: Daiber (1979b)
Larva instar akhir akan keluar dari buah dan mencari tempat berpupa di tanah, celah kulit buah, dan pada substrat di sekitar inang (Gilligan et al., 2011), seperti pada pembungkus buah. Sedangkan menurut Stibick et al. (2006) jika pada tahap instar akhir inang masih menggantung pada percabangan, larva akan menggunakan benang sutera menuju ke permukaan tanah untuk berpupa. Kokon ditutupi oleh pasir. Pupa berwarna coklat tua dan lama inkubasi antara 10 – 33 hari tergantung pada suhu udara (CPC, 2004). Tahap pupa merupakan fase yang sensitif dalam perkembangan siklus T. leucotreta. Menurut Daiber (1979c) suhu, kelembaban, penutup tanah dan curah hujan memengaruhi perkembangan pupa. Selanjutnya beliau menambahkan, frekuensi curah hujan yang tinggi berpengaruh secara signifikan dalam menurunkan populasi T. leucotreta karena gagalnya pupa untuk menjadi imago pada tanah yang basah.
Berdasarkan laporan di atas, kondisi yang terdapat di TBM khususnya pertanaman belimbing menjadi tempat yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan dari T. leucotreta, dikarenakan suhu maupun kelembaban di TBM (Tabel 7) relatif tidak menjadi faktor penghambat bagi perkembangan larva T. leucotreta.
58
Umumnya imago berwarna coklat keabu-abuan sampai coklat gelap atau hitam. Sayap depan melebar dan memanjang dengan tanda tambalan berbentuk segitiga hitam dan dibatasi rambut halus (CPC, 2004).
T. leucotreta diduga berasal dari negara sub-sahara Afrika dikarenakan populasi dan tingkat serangannya tinggi pada daerah tersebut, dan mulai menyebar ke beberapa benua dan kepulauan seperti Amerika, Eropa, Asia, Madagaskar, Mauritius, Reunion dan Saint Helena (CPC, 2004).
Larva T. leucotreta dikenal sebagai serangga polifagus, larva mampu menyerang lebih dari 50 spesies tanaman di 30 famili, termasuk belimbing, jeruk, sawo, mangga, sirsak, jambu biji, dan manggis (Reed et al., 1974; Brown et al., 2008) yang dimana tanaman inang tersebut juga dibudidayakan di TBM.
3.2.4
Penggerek bunga Diacrotricha fasciola (Lepidoptera:Pterophoridae)
Imago D. fasciola aktif pada tempat yang ternaungi dan meletakkan telur pada bakal bunga belimbing, kuncup bunga, tangkai bunga dan tunas daun. Stadium telur berlangsung selama 2 –3 hari (DKP, 2012; Anderson et al., 2015).
Fase larva terdiri atas empat instar. Instar I sampai III menggerek pada bunga yang masih kuncup (Mandasari, 2014) sehingga mengakibatkan bunga berlubang karena memakan bagian atas mahkota bunga, sehingga bunga kering dan rontok. Larva instar IV berwarna hijau pucat dan memakan daun muda (Mandasari,
59
2014), namun di lapangan instar III dan IV dapat menyerang buah belimbing dengan cara membuat lubang kecil.
Fase pupa berwarna hijau kecoklatan sampai coklat gelap dan berlangsung selama kurang lebih satu hari, posisi pupa dengan kepala mengarah ke bawah dengan bantuan benang sutera (Mandasari, 2014; Anderson et al., 2015), pupa ditemukan pada bagian bawah daun belimbing.
Fase imago berwarna putih kecoklatan dengan bagian sayap depan terbagi menjadi tiga bagian dan sayap belakang terbagi menjadi dua bagian, berlangsung selama 9–11 hari (Mandasari 2014). Pada saat istirahat, tungkai belakang terangkat ke atas dengan ditopang oleh tungkai depan dan tengah. Pada saat diganggu, umumnya imago tidak terbang terlalu jauh dari tanaman inang. Menurut DKP (2012) dan Anderson et al. (2015), hama ini menyerang pada pertanaman labu air, tanaman dari kelompok kacang-kacangan, dengan inang utamanya yaitu belimbing manis dan belimbing wuluh.
Al et al. (2012) melaporkan bahwa D. fasciola menyerang bagian kelompok bunga tanaman belimbing dengan cara mengambil cairan nektar yang terdapat pada bunga belimbing yang mengakibatkan bunga belimbing layu dan gugur. Hal ini mengakibatkan bunga tidak dapat berkembang menjadi buah.
Hama ini terdapat di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Hongkong, Taiwan, India dan Australia (Alipanah et al., 2015; Sidhu et al., 2012; Tan, 1992;
60
Anderson et al., 2015). Belum diketahui secara jelas daerah origin dari D. fasciola, namun diduga berasal dari wilayah Asia Tenggara dikarenakan inang utama hama ini adalah tanaman belimbing. Menurut Campbell et al. (1985) tanaman belimbing merupakan tanaman asli dari wilayah Asia Tenggara.
Rayap merupakan serangga sosial yang hidup di dalam koloni dengan pembagian kerja sesuai dengan kasta masing-masing (Tarumingkeng, 2001), umumnya jumlah kasta pekerja lebih banyak dibandingkan kasta-kasta lain (Nandika et al., 2003). Pada liang kembara yang berada pada tanaman belimbing mudah ditemukan rayap kasta pekerja dan prajurit, namun kasta pekerja lebih mendominasi. Menurut Natawiria (1989) salah satu ciri dari genus Coptotermes adalah apabila kasta serdadunya diganggu, maka dari bagian depan kepalanya akan keluar cairan berwarna putih susu yang akan mengental bila terkena udara.
C. curvignathus termasuk ke dalam golongan rayap subteran (Tarumingkeng, 2001). Rayap jenis ini menyukai tempat yang lembab, dengan membentuk sarang di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah (Horwood & Eldridge, 2005). Sarangnya bisa ditemukan di batang-batang yang telah mati baik di bawah ataupun di atas tanah (Herlinda et al., 2010). Di TBM, keberadaan C. curvignathus mudah ditemukan pada pertanaman belimbing di luar blok yang tidak dilakukan perawatan, pada lokasi tersebut banyak ditemukan ranting berserakan dan beberapa pohon mati di sekitar kebun tersebut. Hal ini didukung
61
oleh Herlinda et al. (2010) yang menyatakan bahwa kondisi kebun yang tidak terawat dan banyak pohon-pohon tua yang mati umumnya menjadi tempat yang cocok bagi rayap untuk bersarang. Sedangkan pada pertanaman belimbing yang dilakukan pemangkasan tidak ditemukan serangan rayap, hal ini dikarenakan tajuk tanaman yang terbuka sehingga cahaya matahari dapat mengenai permukaan tanah dan menciptakan kelembaban yang tidak terlalu tinggi. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Tarumingkeng (2001) yang menyatakan bahwa serangan C. curvignathus lebih tinggi dan lebih parah apabila yang diserang lebih basah atau memiliki kelembaban yang tinggi. Pada kondisi tajuk antartanaman belimbing yang rapat akan menghalangi cahaya matahari mencapai permukaan tanah, sehingga kelembaban di sekitar kebun cenderung tinggi.
Kisaran suhu yang disukai rayap berkisar antara 21.1-26.6 oC dan kelembaban optimal berkisar antara 95-98% (Tarumingkeng, 1971). Suhu dan kelembaban tersebut relatif sesuai dengan kondisi di kebun belimbing TBM, sehingga berpeluang menjadi tempat yang ideal bagi rayap untuk tumbuh dan berkembang.
Rayap memiliki kemampuan menyerang tanaman yang masih hidup sebagai pakannya. Tarumingkeng (2001) menyatakan rayap mampu melumatkan dan menyerap kayu karena di dalam saluran percernaannya terdapat simbion berbagai jenis protozoa flagellate yang mampu menguraikan selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana dan mudah diserap oleh usus tengah rayap. Rayap jenis ini tergolong sebagai rayap tingkat rendah (Nandika et al., 2003). Keberadaan rayap di kebun belimbing TBM tidak hanya ditemukan pada tanaman yang sudah mati
62
saja, sarang dapat ditemukan pada tanaman yang masih hidup yang ditandai adanya liang kembara pada permukaan batang. Serangan C. curvignathus pada pohon yang masih hidup biasanya dimulai pada bagian luka di akar atau cabangcabang yang mati yang ditandai adanya kerak tanah (liang kembara) yang menutupi permukaan batang (Ngatiman, 2010), liang kembara dapat ditemukan pada bagian pangkal batang belimbing sampai beberapa meter ke atas.
Diketahui bahwa sebelumnya wilayah TBM pernah dibudidayakan tanaman karet, dimana tanaman karet merupakan salah satu inang dari C. curvignathus. Berdasarkan laporan Herlinda et al. (2010), C. curvignathus banyak ditemukan menyerang pertanaman karet di Sumatera Selatan. Selain karet juga ditemukan menyerang tanaman meranti merah, kelapa sawit, kelapa, kakao, jati, pinus, dan kayu putih (Bakti, 2004; Adharini, 2008; Ngatiman, 2010).
3.2.6
Teknik Pengendalian Hama
Dalam upaya untuk mengendalikan populasi hama yang telah disebutkan di atas, dapat dilakukan beberapa teknik pengendalian yang berdasarkan pada bioekologi maupun etologi hama tersebut, diantaranya yaitu:
3.2.6.1 Mekanis
Tindakan pemangkasan tanaman dapat membuka tajuk pertanaman sehingga mampu mengubah iklim mikro di sekitar tanaman dikarenakan cahaya matahari dapat mencapai bagian tanaman lebih banyak dan sirkulasi udara lebih baik.
63
Menurut Sukarata (2016), pemangkasan tanaman selain dapat memperbaiki sirkulasi udara juga dapat mengurangi kelembaban udara di sekitar kebun sehingga memberi lingkungan yang kurang baik bagi perkembangan hama. Diketahui bahwa hama Helopeltis sp. tidak menyukai sinar matahari langsung (Kalshoven, 1981), maka dengan pemangkasan menyebabkan terhambatnya hama tersebut untuk melakukan aktivitas makan dan beristirahat di tanaman. Rayap merupakan serangga cryprtobiotik (cenderung menghindari cahaya) dan serangannya lebih tinggi pada pertanaman yang lembab (Tarumingkeng, 2001), dengan sifat cryptobiotik yang dimiliki oleh C. curvignathus, maka pemangkasan dapat membuat cahaya matahari masuk ke dalam areal sekitar tanaman sehingga dapat menurunkan kelembaban, yang pada akhirnya menghambat aktifitas dari C. curvignathus. Selain itu aktivitas peletakkan telur oleh imago betina lalat buah Bactrocera cenderung tinggi pada buah yang ternaungi (Siwi et al., 2006). Dengan kegiatan pemangkasan tanaman mampu menciptakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai bagi hama, kegiatan ini dapat menghambat hama untuk melakukan aktifitas makan, beristirahat atau bersarang maupun peletakkan telur. Menurut Muhlison (2016), hama tanaman belimbing salah satunya adalah penggerek batang Zeuzera coffeae, namun selama pengamatan di TBM belum ditemukan adanya gejala serangan dari penggerek batang Z. coffeae pada tanaman belimbing. Kemungkinan akibat kegiatan pemangkasan tanaman yang rutin dapat menghilangkan bagian tanaman yang terserang Z coffeae pada tanaman belimbing.
64
Pembungkusan buah berperan sebagai barrier untuk mencegah hama menyerang buah secara langsung. Kegiatan pembungkusan buah mampu mencegah oviposisi imago lalat buah betina. Pembungkusan buah harus dilakukan sejak dini ketika buah telah mencapai kriteria pembungkusan, agar dapat menurunkan peluang infestasi telur oleh lalat buah betina. Menurut Prastowo & Siregar (2014), buah belimbing yang dibungkus lebih dini dapat menurunkan jumlah larva lalat buah yang menginfestasi buah. Hal tersebut diperkuat oleh Siwi et al. (2006) yang menyatakan bahwa, B. dorsalis umumnya menyerang buah yang matang atau setengah matang. Serangan lalat buah pada buah belimbing di wilayah Lampung Barat mengakibatkan kehilangan hasil berkisar antara 60–100% (Nismah & Susilo, 2008), namun dengan kegiatan pembungkusan buah di wilayah Kabupaten Blitar mampu menurunkan intensitas kerusakan buah belimbing berkisar antara 2,58 – 19,75% (Muhlison, 2016).
Pengendalian lalat buah dengan menggunakan pembungkusan banyak dilakukan karena dapat mengurangi peluang lalat buah betina untuk meletakkan telur pada jaringan buah dan juga dapat meningkatkan kualitas buah (Muhlison, 2016). Peningkatan mutu buah karena pembungkusan diakibatkan karena adanya akumulasi panas yang merata sehingga memacu proses pertumbuhan, perkembangan dan pematangan buah (Damayanti, 2000).
Kegiatan pembalikkan tanah dengan kedalaman tertentu di sekitar tanaman perlu dilakukan secara rutin. Diketahui bahwa pupa dari Bactrocera spp. dan T. leucotreta membentuk puparium pada permukaan maupun di dalam tanah (Putra
65
& Suputa, 2013; Gilligan et al., 2011). Kedua spesies tersebut merupakan hama utama dari tanaman belimbing di TBM. Dengan pembalikkan tanah pada kedalaman tertentu diharapkan dapat menghambat pupa untuk berkembang menjadi imago dan bahkan dapat mematikan pupa tersebut.
3.2.6.2 Fisik
Telah diketahui sebelumnya bahwa cukup banyak hama pada pertanaman belimbing yang fase imagonya berupa ngengat (moth) seperti D. fasciola, T. leucotreta, C. lewinii dan E. flexuosa. Pemasangan lampu perangkap pada malam hari dianggap efektif dalam mengendalikan imago hama berupa ngengat. Menurut Borror et al. (1992), ngengat umumnya aktif pada malam hari dan tertarik dengan cahaya lampu. Lampu yang digunakan sebaiknya berwarna kuning atau berwarna violet agar hasil tangkapan pada perangkap lebih efektif. Menurut Shimoda & Honda (2013), cahaya kuning pada lampu efektif dalam mengendalikan aktivitas ngengat. Hal tersebut diperkuat oleh Meyer (2006) yang menyatakan, pada umumnya serangga hanya memiliki dua tipe pigmen penglihatan, yaitu pigmen yang mampu menyerap warna hijau dan kuning terang, serta pigmen yang mampu menyerap warna biru dan sinar UV. Perangkap lampu merupakan alat penting untuk mengetahui populasi hama imigran guna mereduksi populasi hama dengan menangkap hama dalam jumlah besar (Baehaki, 2013). Pemasangan perangkap lampu juga dapat dijadikan sebagai kegiatan monitoring populasi hama, sehingga dapat dijadikan pengambilan keputusan dalam melakukan pengendalian secara sintetis.
66
3.2.6.3 Kimiawi
Senyawa yang digunakan berupa metil eugenol (ME). Senyawa ini dinilai lebih aman dan efektif dalam mengendalikan hama. Metil eugenol merupakan senyawa kairomones yang dapat merangsang alat sensor lalat buah, lalat buah jantan seperti jenis B. carambolae menunjukkan daya ketertarikan yang tinggi dalam mengonsumsi metil eugenol (Hee & Tan, 2001). Metil eugenol merupakan senyawa phenylpropanoid alami (Tan et al., 2011). Penggunaan ME bersifat spesifik dalam menarik lalat buah, umumnya lalat buah yang terperangkap yaitu berjenis kelamin jantan. Tan et al., (2011) menyatakan di alam lalat buah jantan membutuhkan ME untuk pembentukan feromon. Sedangkan menurut Warthen (2002), lalat buah betina tidak tertarik pada ME, tetapi tertarik pada protein hidrolisat untuk proses perkembangan telur dan kematangan organ reproduksinya. Lalat buah jantan mengonsumsi ME untuk menarik lalat buah betina, ME yang telah dikonsumsi kemudian akan ditransformasikan di dalam tubuhnya dalam bentuk 2-(2-propenyl) 4,5 dimethoxyphenol (DMP) dan (E)-coniferyl alcohol (CA) sebagai hasil metabolisme yang bersifat alomon dan feromon yang diperlukan untuk menarik lalat betina (Jang et al., 2011; Hee & Tan, 2001). Oleh karena itu, terkadang dapat ditemukan lalat buah betina yang berkeliaran di luar perangkap yang diaplikasikan di TBM, sehingga memberi peluang terjadinya kopulasi (mating) antara jantan dan betina. Maka dalam pengaplikasiannya perlu ditambahkan air di dalam perangkap atau pestisida konsentrasi rendah pada permukaan perangkap untuk memastikan lalat buah jantan yang telah mengonsumsi ME tidak melakukan kopulasi dengan lalat buah betina. Menurut
67
Kardinan (2003) bahwa penggunaan metil eugenol dan cue lure dalam monitoring dan pengendalian lalat buah sangat efektif, sebab dapat menarik populasi lalat buah dengan capaian 90%.
Selain Bactrocera spp., T. leucotreta juga merupakan hama utama pada pertanaman belimbing. Diketahui feromon seks untuk T. leucotreta juga telah teridentifikasi, senyawa sintetik tersebut dapat lebih banyak menarik pejantan dari T. leucotreta. Pejantan T. leucotreta tertarik dengan 2 komponen campuran dari (E)-8-dodecenyl acetate dan (Z)-8-dodecenyl acetate (Persoons et al., 1977; Newton et al., 1993). Komponen ini dianggap lebih efektif apabila rasio dalam pengaplikasiannya sebesar 70:30 dan 30:70 (E:Z) (Ochou et al., 2017; Bourdouxhe, 1982).
3.2.6.4 Nabati
Terdapat banyak jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai insektisida maupun atraktan dalam mengendalikan hama. Penggunaan bubuk daun sirsak dapat menurunkan nafsu makan dan menyebabkan mortalitas bagi imago B. carambolae (Prananda, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Sodiq et al. (2013), penggunaan minyak M. bracteata mampu memerangkap lalat buah lebih tinggi dibandingkan metil eugenol (petrogenol), dan mampu memerangkap lalat buah lebih tinggi lagi apabila keduanya digabungkan. Sedangkan menurut Marikun et al. (2014), perangkap atraktan berupa metil eugenol dari tanaman Melaleuca bracteata dan Vitex trifolia yang dipadukan dengan perlakuan warna perangkap kuning dianggap paling efektif dalam memerangkap lalat buah.
68
Maka dalam pengaplikasiannya perlu dipadukan antara atraktan nabati dengan perangkap berwarna kuning agar dapat memerangkap lalat buah lebih tinggi. Menurut Sunarno (2011), hama lalat buah menggunakan sejumlah isyarat visual (visual cues) ataupun isyarat kimia (chemical cues) untuk menemukan inang berupa buah atau sayuran. Kesesuaian isyarat visual maupun isyarat kimia akan menyebabkan lalat buah lebih tertarik untuk menemukan inangnya.
Selain itu banyak jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai termitisida nabati maupun bersifat antifeedant bagi rayap. Senyawa rotenone aktif dari akar tuba bersifat toksik bagi rayap (Adharini, 2008). Sedangkan fraksi terlarut n-heksana dari kayu eboni dan ekstrak sereh wangi dapat mengurangi nafsu makan rayap (Kuswanto et al., 2011; Hutabarat et al., 2015).
IV.
4.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktik umum, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Teknik pengendalian hama yang diterapkan di TBM berupa kultur teknik, mekanik, fisik, dan kimiawi, sedangkan pengendalian menggunakan agensia hayati belum diupayakan secara optimal.
2.
Hama yang menyerang tanaman belimbing diantaranya yaitu D. fasciola, T. leucotreta, H. bradyi, B. dorsalis, B. carambolae, T. aurantii, M. hirsutus, C. curvignathus, C. lewinii, C. dimidiatus, dan E. flexuosa. Sebagian besar hama-hama tersebut menyerang tanaman lain selain tanaman belimbing.
3.
Inang alternatif di TBM dari Bactrocera carambolae dan B. dorsalis yaitu famili Oxalidaeceae, Myrtaceae, Rutaceae, Arecaceae dan Sapotaceae. Diacrotricha fasciola yaitu Oxalidaceae. Thaumatotibia leucotreta yaitu Oxalidaceae, Rutaceae, Myrtaceae dan Sapindaceae. Helopeltis bradyi yaitu Oxalidaceae, Malvaceae dan Moraceae. Sedangkan Coptotermes curvignathus yaitu Oxalidaceae.
70
4.2
Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan yaitu dalam melakukan kegiatan inventarisasi hama sebaiknya mempersiapkan alat-alat yang dapat digunakan seperti jala ayun dan perangkap lampu, perlu adanya pengamatan pada musim-musim tertentu untuk mengetahui fluktuasi populasi hama pada waktu yang berbeda, dan pengamatan tanaman inang perlu dilakukan pada pertanaman lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adharini, G. 2008. Uji Keampuhan Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica Benth) untuk Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Al, H.M., Zhao, L.X. dan You, M.S. 2012. The Morphological and Biological Characteristics of Diacrotricha fasciola Zeller (Lepidoptera: Pterophoridae). J Wu Yi Science 28(1):80-84. Alipanah, H., Gielis, C., Sari, A., Sarafrazi, A. dan Manzari, S. 2011. Phylogenetic Relationships in the Tribe Oxyptilini (Lepidoptera, Pterophoridae, Pterophorinae) Based on Morphological Data of Adults. Zoological Journal of the Linnean Society 163: 484–547. Aluja, M., Fleischer, F.D., Papaj, D.R., Lagunes, G. dan Sivinski, J. 2001. Effects of Age, Diet, Female Density, and the Host Resource on Egg Load in Anastrepha ludens and Anastrepha obliqua (Diptera: Tephritidae). J Insect Physiol 47:975-988. Anderson, S.J., Bellis, G.A., Thistleton, B.M., Tran-Nguyen, L.T., Edwards, T.D., Hobern, D., Quintao, V., Halling, L. dan Walker, J.A. 2015. New Distribution Records of the Star Fruit Flower Moth (Diacrotricha fasciola) (Lepidoptera : Pterophoridae) in Australia and Timor-Leste. Northern Territory Naturalist 26:76-84. Atmaja, W.R. 2003. Status Helopeltis antonii sebagai Hama pada Beberapa Tanaman Perkebunan dan Pengendaliannya. Jurnal Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 22: 57-63. Baehaki, S.E. 2013. Hama Penggerek Batang Padi dan Teknologi Pengendalian. Iptek Tanaman Pangan 8(1):1-14. Bakti, D. 2004. Pengendalian Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Menggunakan Nematoda Steinernema carpocapsae Weiser dalam Skala Laboratorium. J Natur Indo 6:81-83. Boardman, L., Grout, T.G. dan Terblanche, J.S. 2012. False Codling Moth Thaumatotibia leucotreta (Lepidoptera : Tortricidae) Larvae are ChillSusceptible. Insect science 19(3):315-328.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A. dan Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Bourdouxhe, L. 1982. Results of Two Years of Sexual Trapping of Cryptophlebia leucotreta Meyr. in Senegal. Plant Protection Bulletin 30: 125-129. Brown, J. W., Robinson, G. dan Powell, J. A. 2008. Food Plant Database of the Leafrollers of the World (Lepidoptera: Tortricidae) (Version 1.0). Tersedia pada: www.tortricidae.com/foodplants.asp. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2017. Cahyono, B. 2010. Cara Sukses Berkebun Belimbing Manis. Pustaka Mina. Jakarta. Campbell, C.W., Knight. R.J.Jr. dan Olszack, R. 1985. Carambola production in Florida. Proc Fla State Hort Soc 98:145-149. Cempaka, G. 2015. Identifikasi Jenis dan Inang Kepik Helopeltis (Hemiptera : Miridae) di Wilayah Bogor dan Cianjur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Chen, P. dan Ye, H. 2007. Population Dynamics of Bactrocer dorsalis (Diptera : Tephritidae) and Analysis of factors influencing populations in Baoshanba, Yunnan, China. Entomol Science 10(2):141-147. CPC (Crop Protection Compendium). 2004. Cryptophlebia leucotreta Meyrick. CAB International. Wallingford. CPPQSD (Crop Protection & Plant Quarantine Services Division). 2004. Technical Document Market Access on Star Fruit (Carambola). Department of Agriculture. Malaysia. Daiber, C.C. 1979a. A Study of the Biology of the False Codling Moth Cryptophlebia leucotreta (Meyr.): The Egg. Phytophylactica 11: 129–132. Daiber, C.C. 1979b. A Study of the Biology of the False Codling Moth Cryptophlebia leucotreta (Meyr.): The Larva. Phytophylactica 11: 141–144. Daiber, C.C. 1979c. A Study of the Biology of the False Codling Moth Cryptophlebia leucotreta (Meyr.): The Cocoon. Phytophylactica 11:151– 157. Daiber, C.C. 1980. A Study of the Biology of the False Codling Moth Cryptophlebia leucotreta (Meyr.): The Adult and Generations During the Year. Phytophylactica 12: 187–193.
Damayanti, M. 2000. Pengaruh Jenis Pembungkus dan saat Pembungkusan terhadap Kualitas Buah Jambu Air (Syzygium samarangense). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dasgupta, P., Chakranorty, P., dan Bala, N.N. 2013. Averrhoa carambola: An Updated Review. IJPRR 2(7):54-63. Djatmiadi dan Djatnika. 2001. Petunjuk Teknis Surveilans Lalat Buah. Badan Karantina Pertanian. Jakarta. DKP (Dinas Kelautan dan Pertanian). 2012. Pest List Tanaman Belimbing di DKI Jakarta. Dinas Kelautan dan Pertanian. Jakarta. Drew, R.A. dan Romig, M.C. 2013. Tropical Fruit Flies (Tephritidae Dacinae) of South-East Asia: Indomalaya to North-West Australasia. CAB International. Wallingford. Duyck, P.F., David, P., Junod, G., Brunel, C., Dupont, R. dan Quilici, S. 2006. Importance of Competition Mechanisms in Successive Invasions by Polyphagous Tephritids in La Re´ Union. Bull Ecol Soc Am 87(7):17701780. Gilligan, T.M, Epstein, M.E. dan Hoffman K.M. 2011. Discovery of False Codling Moth, Thaumatotibia leucotreta (Meyrick), in California (Lepidoptera : Torticidae). Proc Entomol Soc Wash 113(4):426-435. Ginting, R. 2009. Keanekaragaman Lalat Buah di Jakarta, Depok dan Bogor Sebagai Kajian Penyusunan Analisis Resiko Hama. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Grove, T., Steyn, W.P., dan Beer, M.S.D. 1999. The False Codling Moth, Cryptophlebia leucotreta (Meyr.) (Lepidoptera: Tortricidae) on Avocado: A Literature View. South African Avocado Growers Assoc Yearbook 22:31-33. Hee, A.K. dan Tan, K.H. 2006. Transport of Methyl Eugenol-Derived Sex Pheromonal Component in the Male Fruit Fly, Bactrocera dorsalis. Comp Biochem Physiol C Toxicol Pharmacol 143(4):422-428. Herlinda, S., Septiana, R., Irsan, C., Adam, T. dan Thalib, R. 2010. Populasi dan Serangan Rayap (Coptotermes curvignathus) pada Pertanaman Karet di Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional: Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian. Palembang, 13-14 Desember 2010. Hlm 528-534. Horwood, M.A. dan Eldridge, R.H. 2005. Termites in New South Wales: Part 1 Termite Biology. Technical Publication No. 21.
Hutabarat, N.K., Oemry, S. dan Pinem, M.I. 2015. Efektivitas Termitisida Nabati Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holm.) (Isoptera : Rhinotermitida) di Laboratorium. J Online Agrotek 3(1):103-111. Indriati, G. dan Soesanthy, F. 2014. Hama Helopeltis spp. dan Teknik Pengendaliannya pada Pertanaman Teh (Camellia sinensis). SIRINOV 2(3):189-198. Jang, E.B., Khrimian, A. dan Siderhurst, M.S. 2011. Di- and Tri-Fluorinated Analogs of Methyl Eugenol: Attraction to and Metabolism in the Oriental Fruit Fly Bactrocera dorsalis (Hendel). J Chem Ecol 37:553-564. Johnson, S.A. dan Neven, L.G. 2010. Potential of Heated Controlled Atmosphere Postharvest Treatments for the Control of Thaumatotibia Leucotreta (Lepidoptera: Tortricidae). Journal Of Economic Entomology 130: 265–271. Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. Kardinan, A. 2003. Tanaman Pengendali Lalat Buah. Agromedia Pustaka. Jakarta. Karmawati, E. 2006. Peranan Faktor Lingkungan terhadap Populasi Helopeltis spp. dan Sanurus indecora pada Jambu Mete. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 12(4): 129-134. Kilin, D., Atmadja, W.R. 2000. Perbanyakan Serangga Helopeltis antonii Sign. pada Buah Ketimun dan Pucuk Jambu Mete. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 5(4): 119-122. Kuswanto, E., Syafii, W. dan Nandika, D. 2011. Respon Rayap Tanah Coptotermes curvignathus (Isoptera : Rhinotermitidae) Terhadap Ekstraksi Kayu Eboni. Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bandung, 16-17 Februari. Hlm 519-527. Landolt, P.J. dan Quilici, S. 1996. Overview of Research on the Behavior of Fruit Fly. Di dalam McPheron, B.A. dan Steck, G.J. (ed). Fruit Fly Pests: A World Assessment of Their Biology and Management. St. Lucie Press. Florida. Hlm 19-26. Mandasari, A.D. 2014. Biologi Diacrotricha fasciola Zeller (Lepidoptera : Pterophoridae) Hama pada Tanaman Belimbing (Averrhoa carambola L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Marikun, M., Anshary, A. dan Shahabuddin. 2014. Daya Tarik Jenis Atraktan dan Warna Perangkap yang berbeda terhadap Lalat Buah (Diptera : Tephritidae) pada Tanaman Mangga (Mangifera indica) di Desa Soulove. e-J Agrotekbis 2(5):454-459.
Melina, S., Martini, E. dan Trisyono, Y.A. 2016. Confirmation that Helopeltis Species Attacking Cacao in Yogyakarta is Helopeltis Bradyi Waterhouse, not Helopeltis antonii Signoret (Hemiptera : Miridae). J Entomol Indo 13(1):9-20. Meyer, R.J. 2006. Color Vision. Department of Entomology NC State University. Tersedia pada: http://www.cornell.go.id. Diakses pada Tanggal 2 Agustus 2017. Muhlison, W. 2016. Hama Tanaman Belimbing dan Dinamika Populasi Lalat Buah pada Pertanaman Belimbing di Wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Murad, N. 2004. Penggunaan Atraktan Methyl Eugenol dan Cue-Lure Terhadap Lalat Buah Bactrocera spp. di Lapang. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Muryati, Hasyim, A. dan de Kogel, W.J. 2007. Distribusi Spesies Lalat Buah di Sumatera Barat dan Riau. Jurnal Hortikultura 17(1):61-68. Nandika, D., Rismayadi, Y. dan Diba, F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Muhammadiyah University Press. Surakarta. Natawiria, D. 1989. Teknik Pengenalan Hama Hutan Tanaman Industri. Informasi Teknis No. 4 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor. Newton, P.J., Thomas, C.D., Mastro, V. C. dan Schwalbe, C.P. 1993. Improved Two-Component Blend of the Synthetic Female Sex Pheromone of Cryptophlebia leucotreta, and Identification of an Attractant for C. peltastica. Entomologia Experimentalis et Applicata 66: 75-82. Ngatiman. 2010. Serangan Hama Rayap pada Tanaman Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) di Samboja. Info Teknis Dipterokarpa 4(1):63-68. Nismah, Susilo, F.X. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) pada Beberapa Sistem Penggunaan Lahan di Bukit Rigis, Sumberjaya, Lampung Barat. J HPT Trop 8(2):82-89. Ochou, G.E.C., Kone, P.W.E., Didi, G.J.R., Kouakou, M., Bini, K.K.N., Mamadou, D. dan Ochou, O.G. 2017. Efficacité de la Confusion Sexuelle Contre Thaumatotibia (= Cryptophlebia) leucotreta (Lepidoptera: Tortricidae) dans les Exploitations Cotonnières en Côte d’Ivoire. Int J Biol Chem Sci 11(3):1222-1235. Persoons, C.J., Ritter, F.J dan Nooyen, W.J. 1977. Sex Pheromone of the False Codling Moth Cryptophlebia leucotreta (Lepidoptera:Tortricidae): Evidence for a Two-Component System. Journal of Chemical Ecology 3: 717-722.
Plant Health Australia. 2016. The Australian Handbook for the Identification of Fruit Flies. Plant Health Australia. Canberra. Prananda, B.E. 2013. Efektivitas Bubuk Daun Sirsak (Annona muricata Linn) sebagai Pengendalian Hama Lalat Buah. Skripsi. Universitas Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Prastowo, P. dan Siregar, P.S. 2014. Pengaruh Waktu Pembungkusan terhadap Jumlah Larva Lalat Buah (Bactrocera spp.) pada Buah Belimbing (Averrhoa carambola). Prosiding Seminar Nasional Biologi: Optimalisasi Riset Biologi dalam Bidang Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kelautan, Kehutanan, Farmasi dan Kedokteran. Medan, 15 Februari 2014. Hlm:104121. Pratiwi, M. 2016. Biologi dan Pertumbuhan Laju Intrinsik Helopeltis antonii Signoret (Hemiptera : Miridae) pada Tanaman Jambu Mete dan Buah Mentimun. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Putra, N.S. dan Suputa. 2013. Lalat Buah Hama: Bioekologi dan Strategi Tepat Mengelola Populasinya. Smartania Publishing. Yogyakarta. Reed, W. 1974. The False Codling Moth, Cryptophlebia leucotreta (Meyrick) (Lepidoptera: Olethreutidae) as a Pest of Cotton in Uganda. Cotton Growing Review 51: 213–225. Rukmana R. 1996. Budidaya Belimbing. Penebar Swadaya. Jakarta. Rustam, R., Sucahyono, M.P. dan Salbiah, D. 2014. Biology of Helopeltis theivora (Hemiptera: Miridae) on Acacia mangium Willd. Int J on Advanced Science, Engineering and Information Technology 4: 62-65. Sarjan, M, Yulistiono H, Haryanto H. 2010. Kelimpahan dan Komposisi Spesies Lalat Buah pada Lahan Kering di Kabupaten Lombok Barat. Crop Agro. 3(2). Sarker, M. dan Mukhopadhyay, A. 2006. Studies on Salivary and Midgut Enzymes of a Major Sucking Pest of Tea, Helopeltis theivora (Heteroptera: Miridae) from Darjeeling Plains, India. J. Ent. Res. Soc. 8(1): 27-36. Shimoda, M., dan Honda, K. I. 2013. Review: Insect Reaction to Light and Its Applications to Pest Management. Appl Entomol Zool 48:413-421. Sidhu, A.K., Chandra K. dan Pathania, P.C. 2010. A Check-list of Microlepidoptera of India (Part-1: Family Pterophoridae). Zoological Survey of India. Calcutta. Siwi, S.S. 2005. Eko-biologi Hama Lalat Buah. BB-Biogen. Bogor.
Siwi, S.S., Hidayat, P. dan Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia. BB-Biogen. Bogor. Sodiq, M. 1999. Hama Lalat Buah dan Cara Pengendaliannya. Fakultas Pertanian UPN. Surabaya. Sodiq, M. 2004. Kehidupan Lalat Buah pada Tanaman Sayuran dan BuahBuahan. Prosiding Lokakarya Masalah Kritis Pengendalian Layu Pisang, Nematode Sista Kuning pada Kentang dan Lalat buah. Puslitbang Hortikultura. Jakarta. Hlm 18. Sodiq, M., Sudarmadji dan Sutoyo. 2013. Efektifitas Atraktan terhadap Lalat Buah di Jawa Timur. Agrotop 5(1):71-79. Soesilohadi, R.C.H. 2002. Dinamika Populasi Lalat Buah Bactrocera carambolae Drew dan Handcock (Diptera: Tephritidae). Disertasi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Srikumar, K.K. dan Bhat, P.S. 2012. Field Survey and Comparative Biology of Tea Mosquito Bug (Helopeltis spp.) on Cashew (Anacardium occidentale Linn.). Journal of Cell and Animal Biology 6: 200-206. Stibick, J. 2006. New Pest Response Guidelines: False Codling Moth Thaumatotibia leucotreta. USDA–APHIS–PPQ–Emergency and Domestic Programs. Maryland. Stonedahl, G.M. 1991. The Oriental Species of Helopeltis (Heteroptera: Miridae): A Review of Economic Literature and Guide to Identification. Bull Entomol Res 81(4):465-490. Sudarmadji, D. 1979. Pembiakan Helopeltis antonii di Laboratorium. Prosiding Kongres Nasional Biologi ke IV. Bandung,10 Juli 1979. Sudarmadji, D. 1989. Hubungan Timbal Balik antara Helopeltis antonii Sign. (Hemiptera: Miridae) dan Buah Kakao. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sukarata, M. 2016. Pengaruh Pemangkasan pada Tanaman Kakao dan Aplikasi Pupuk, Agensia Hayati terhadap Prosentase Serangan Kepinding Pengisap Buah Kakao (Helopeltis sp.). Majalah Ilmiah Untab 13(2):116-123. Sunarno. 2011. Ketertarikan Serangga Hama Lalat Buah terhadap Berbagai Papan Perangkap Berwarna sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian. Agroforestri 4(2):131-136. Tan, C.L. 1992. Lepidopteran Pests of Star Fruit (Averrhoa carambola) and Their Parasitoids in Peninsular Malaysia. J Plant Protect in the Tropics 9: 43–49.
Tan, K.H., Tokushima, I., Ono, H. dan Nishida, R. 2011. Comparison of Phenylpropanoid Volatiles in Male Rectal Pheromone Gland After Methyl Eugenol Consumption, and Molecular Phylogenetic Relationship of Four Global Pest Fruit Fly Species: Bactrocera invadens, B. dorsalis, B. correcta and B. zonata. Chemoecology 21(1):25-33. Tariyani, Patty, J.A. dan Siahaya, V.G. 2013. Identifikasi Lalat Buah (Bactrocera spp.) di Chili, Bitter Melon, Jambu dan Jambu Bol di Kota Ambon. Agrologia 2(1):73-85. Tarumingkeng, R.C. 1971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu Indonesia. Laporan Lembaga Penelitian Hasil-Hutan No. 133. Bogor. Tarumingkeng, R.C. 2001. Biologi dan Perilaku Rayap. Tersedia pada: http://www.rudyct.com/dethh/6.biol.etol.termite.htm. Diakses pada Tanggal 15 Oktober 2017. Ula, R.A. 2016. Karakterisasi Morfologi dan Anatomi Tanaman Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.) di Taman Buah Mekarsari. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Vijaysegaran, S. dan Drew, R.A.I. 2006. Fruit Fly Spesies of Indonesia: Host Range and Distribution. ICMPFF. Griffith University. Warthen, J.R. 2002. Volatile Potential Attractants from Ripe Coffee Fruit for Fruit Fly. USDA Subtropical Agriculture Research. Weslaco. Wiratno, E.A., Wikardi, I.M., Trisawa dan Siswanto. 1996. Biologi Helopeltis antonii (Heteroptera: Miridae) pada Tanaman Jambu Mete. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 2(1):36-42. Zahara, H. dan Kasim, M. 1999. Budidaya Belimbing Manis Secara Agribisnis di DKI Jakarta. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi
Gambar 26. Struktur organisasi PT Mekar Unggul Sari.
80
Lampiran 2. Denah lokasi
Gambar 27. Denah lokasi Taman Buah Mekarsari.
81
Tabel 7. Data iklim wilayah Kabupaten Bogor Tanggal
Suhu Minimum (°C) Suhu Maksimum (°C)
Suhu Rata-rata (°C)
Kelembaban Rata-rata (%)
Curah Hujan (mm)
01/07/2017
18.8
25.4
21.3
81
5.2
02/07/2017
18.8
26.6
21.8
87
0
03/07/2017
18.8
25.6
21.3
89
0
04/07/2017
18.5
26.4
21.7
87
8.6
05/07/2017
18.6
26
21.4
87
3.3
06/07/2017
17.6
25.6
21.4
85
0.4
07/07/2017
18.5
Tidak ada data
21.5
83
0
08/07/2017
18.6
25.8
21.6
86
0
09/07/2017
18.8
Tidak ada data
21.2
91
Data tidak terukur
10/07/2017
18.4
26.2
21.4
86
0.9
11/07/2017
18.3
25.5
21.4
85
Data tidak terukur
12/07/2017
17.8
25.2
20.7
82
0
13/07/2017
18.4
25.4
21.6
87
0
14/07/2017
18.2
25.4
21.3
87
0
15/07/2017
18.6
24.2
20.7
88
0
16/07/2017
17.5
Tidak ada data
20.6
82
0
17/07/2017
17.3
25
20.7
79
0
18/07/2017
Tidak ada data
24.6
20.6
84
0
19/07/2017
18.6
25.6
21.2
83
Data tidak terukur
20/07/2017
18.3
Tidak ada data
21.1
86
1.4
21/07/2017
18.7
26.6
22.1
83
0
82
Tabel 7. (lanjutan) Tanggal
Suhu Minimum (°C) Suhu Maksimum (°C)
Suhu Rata-rata (°C)
Kelembaban Rata-rata (%)
Curah Hujan (mm)
22/07/2017
18.8
25.8
20.9
88
0.1
23/07/2017
19.4
24.8
21.1
94
1.1
24/07/2017
Tidak ada data
26
21.8
90
28.2
25/07/2017
17.4
26.6
21.6
82
0
26/07/2017
16.6
26.6
20.5
78
0
27/07/2017
17.8
25.6
20.6
85
0
28/07/2017
18.1
Tidak ada data
22.2
82
37.9
29/07/2017
20
25.4
21.6
92
1
30/07/2017
18.7
26.7
21.8
89
1
31/07/2017
18.7
27.2
22.1
85
Data tidak terukur
01/08/2017
16.4
26.2
20.4
80
Data tidak terukur
02/08/2017
16.4
25.6
20.9
75
0
03/08/2017
17.1
25.6
20.5
81
0
04/08/2017
17
25.4
20.7
77
0
05/08/2017
16.6
26.2
21.3
74
0
06/08/2017
17.6
26.8
21.5
80
0
07/08/2017
17.2
27
21.5
84
0
08/08/2017
18
27.2
21.1
79
0
09/08/2017
18.2
25.6
21.5
83
4.6
10/08/2017
18
26.4
21.7
87
24
11/08/2017
18.1
25.6
21.1
90
1.9
83
Tabel 7. (lanjutan) Tanggal
Suhu Minimum (°C) Suhu Maksimum (°C)
Suhu Rata-rata (°C)
Kelembaban Rata-rata (%)
Curah Hujan (mm)
12/08/2017
18.6
25
21.3
89
2
13/08/2017
18.4
25.8
21.4
87
0
14/08/2017
18
25.6
21.6
84
0
15/08/2017
16.9
25.8
20.4
76
Data tidak terukur
16/08/2017
16.8
26
20.7
78
0
17/08/2017
16.5
26.2
21.1
78
0
18/08/2017
17.6
26
21.7
82
0
19/08/2017
18.6
25.8
22.1
85
0
20/08/2017
19.4
24.6
21.8
86
0
21/08/2017
18.2
26.6
21.7
83
0
22/08/2017
17.4
24.9
20.7
81
0
23/08/2017
17.2
27.7
21.9
79
0
24/08/2017
18.5
27.4
22.2
78
0
25/08/2017
18.2
27.2
21.7
79
0
26/08/2017
18.8
28
22.8
71
0
27/08/2017
17.1
28.4
21.8
66
0
28/08/2017
17.4
27.6
22.7
63
0
29/08/2017
19
26.6
21.4
81
0
30/08/2017
18.2
26.6
21.4
88
16.8
31/08/2017
17.4
26.2
21.2
83
0
Sumber: Stasiun Meteorologi Citeko
84
Report "KEANEKARAGAMAN HAMA PADA TANAMAN BELIMBING"